Report: Jalan Raya Pos

Selama bulan November 2010, bekerja sama dengan komunitas Surabaya Tempo Dulu, kami memutar dua film berkaitan dengan sejarah Surabaya. Film ini diputar di C2O Sabtu lalu, 20 November 2010, dengan diskusi santai tapi informatif yang dipandu oleh dua admin komunitas Surabaya Tempo Dulu, Nikki Putrayana dan Ajeng Kusumawardani :).


Sabtu, 20 November 2010, jam 17.30, penonton mulai banyak berdatangan di C2O.  Nikki Putrayana dan Ajeng Kusumawardani dari komunitas sejarah Surabaya Tempo Dulu (selanjutnya STD) menyiapkan presentasi mereka mengenai Jalan Raya Pos yang pernah mereka siarkan dalam bentuk album foto di akun Facebook STD.

Susunan acara dijabarkan.  Karena durasi film yang cukup lama (2.5 jam) dan dirasa perlunya ada penjelasan konteks Jalan Raya Pos sebelum memulai pemutaran, acara dimulai dengan presentasi dari STD mengenai Jalan Raya Pos, dilanjutkan dengan tanya jawab singkat.  Barulah kemudian kami memutar film Jalan Raya Pos. Nikki membagi-bagikan handout rekonstruksi peta Jalan Raya Pos di Surabaya yang pernah ia buat dan pasang di album foto STD.

Sejarah Jalan Raya Pos dan Relevansinya dengan Surabaya

Album foto dan slides presentasi Jalan Raya Pos oleh Surabaya Tempo Dulu.

Menurut Nikki, Jalan Raya Pos, tidak dapat disangkal, adalah salah satu urat nadi transportasi bangsa Indonesia.  Dibangun di tahun 1808, jalan 1000 km sepanjang Anyer-Panarukan ini rampung hanya dalam waktu setahun.  Menurut Pram, pada zamannya, jalan ini merupakan salah satu jalan panjang dan besar di dunia, sebanding dengan jalan Amsterdam-Paris.  Tentunya, tidak sedikit korban jiwa yang berjatuhan.

Selain menjabarkan sejarah pembuatan dan latar belakangnya, Nikki menceritakan pula sedikit latar belakang Herman Willem Daendels, Gubernur Jendral Hindia Belanda tahun 1808-1811.  Namun di sini Daendels sang Tuan Besar Guntur tidak mewakili Belanda, tapi penguasa baru di Belanda, yaitu Prancis dengan Louis Napoleon, saudara Napoleon Bonaparte. Visi militannya mewarnai kebijakan atas Hindia Belanda, khususnya dalam pertahanan.

Ajeng dan Nikki dari STD memberi presentasi dan memfasilitasi diskusi. Foto: Soe Tjen Marching.

Slide-slide bergulir—Nikki menceritakan kondisi jalan raya di Jawa yang masih primitif sebelum Jalan Raya Pos dibangun, beserta ilustrasi Postweg van Surabaya dari buku Leo Haks, INDONESIA: 500 Early Postcard.  Kita juga dapat melihat beberapa foto halte perhentian kuda, dan foto lanskap jalan menuju Puncak.  Di tiap presentasinya, STD menekankan perhatian pada sumber darimana informasi berasal, seperti buku-buku lama ataupun situs KITLV.

Penonton tampak antusias menelusuri kembali jejak Jalan Raya Pos di Surabaya.  Ada berbagai spekulasi di jalan mana saja dulu Jalan Raya Pos melewati Surabaya.  Nikki menceritakan penemuannya akan rumah-rumah lama dan bekas pabrik-pabrik gula yang mungkin dilewati jalan tersebut.

Film “Jalan Raya Pos”

Film Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) ini diproduksi oleh Pieter van Huystee di tahun 1996, dan disutradarai Bernard Ijdis.  Almarhum Pramoedya Ananta Toer hadir di film ini sebagai narator, membacakan naskah bukunya, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, yang saat itu sepertinya masih dalam bentuk draft.  Dari film ini, selain melihat situasi masyarakat Indonesia, terutama di sekitar Jalan Raya Pos, kita bisa melihat almarhum Pram dalam kesehariannya—menulis, bermain dengan cucu-cucunya, membakar sampah, melamun, dan mendengarkan cerita-ceritanya.

Film membawa kita dari sepanjang Jakarta menuju ke Jawa Timur.  Walaupun berdurasi panjang, film ini mengalir menuturkan dan menyelipkan berbagai cerita: dari kisah aktivis, supir bemo, pekerja perkebunan teh, karaoke di bis, truk-truk yang rusak di sepanjang jalan, supir taksi, orang buta di jalan dengan bendera merah, pengamen Marsinah di warung, hingga manajer Hotel Majapahit di Surabaya.  Sayang sekali, tidak ada cerita mengenai lokalisasi-lokalisasi yang tumbuh di sepanjang jalan tersebut.

Di akhir filmnya, Pram berkata:

Jaman dulu rakyat kecil jadi tumbal Daendels untuk pembangunan Jalan Raya Pos.  Jaman sekarang korban pun berjatuh-an untuk pembangunan Orde Baru.  Korbannya selalu rakyat kecil yang kehadirannya dalam sejarah barangkali memang tak penting.

Panas tapi tetap antusias menonton :). Foto: Szymon Ronowicz.

Karena banyaknya penonton, udara di dalam ruangan menjadi cukup panas, tapi banyak penonton tetap tinggal hingga film selesai. Beberapa yang belum pernah membaca Pram, bahkan menjadi penasaran dan langsung meminjam buku-bukunya dari perpustakaan C2O. Film ini memberi kita banyak sekali informasi, serta mengingatkan kembali kita kepada percikan-percikan sejarah yang terlalu sering kita lupakan, dan seorang figur penulis yang luar biasa.

Banyak terima kasih banyak kepada Nikki, Ajeng, dan teman-teman STD atas dukungan dan kerjasamanya!  Terima kasih juga kepada Szymon Ronowicz dan Soe Tjen Marching atas sumbangan fotonya, dan seluruh hadirin atas kedatangan dan dukungannya.  Semoga kegiatan ini tidak berhenti hanya di bulan ini saja sebagai sekedar perayaan, tapi berkelanjutan, dan kita masing-masing makin terdorong untuk menggali sejarah kota dan negara kita.

Email | Website | More by »

Founding director, c2o library & collabtive. Currently also working in Singapore as a Research Associate at the Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). Opinions are hers, and do not represent/reflect her employer(s), institution(s), or anyone else with whom she may be remotely affiliated.

One Reply to “Report: Jalan Raya Pos”

Leave a Reply