Ups and Downs of Life in the Indies

Dua keluarga mengelola perkebunan bersebelahan di Kuningan. Geber, yang ingin kembali ke Belanda dengan menjual perkebunannya ke tetangganya, Uhlstra, terpaksa membatalkan transaksinya karena satu skandal: Jozef, kepala mandur perkebunannya, ditemukan ter-tjientjanged oleh keroyokan pekerja kebun yang marah karena perilaku semena-mena seksual Jozef terhadap wanita-wanita setempat. Geber, kebingungan menghadapi hancurnya nilai dan citra kebunnya, memutuskan untuk menikah dengan Rose, putri Uhlstra. Solusi yang menguntungkan kedua belah pihak?

Berbeda dengan Max Havelaar (Multatuli, 1860), Ups and Downs memberi gambaran lugas, bahkan cenderung pesimis, kehidupan di Hindia pada akhir abad ke-19 tanpa menonjolkan heroisme pengarang (ataupun alter ego)nya. Dengan setting periode yang berdekatan, Ups and Downs menampilkan potret jujur konflik dan intrik kehidupan di perkebunan Hindia: bergelimang harta, mengadakan jamuan-jamuan mewah dan bertamu-tamuan yang tak kunjung usai.

Ups and Downs of Life in the Indies tidak hanya menceritakan keluarga Uhlstra dan Geber, tapi juga kehidupan keluarga-keluarga perkebunan dan pegawai negeri Belanda di perkebunan Kuningan. Pembaca melihat gambaran sikap terhadap peranakan Eropa (Clara), dan pribumi Indonesia, hanya dalam kaitannya dengan masyarakat Eropa: misalnya sebagai nyai, mandur, budak, babu. Daum dengan acuh—jika tidak dengan sedikit senyum ironis nan sinis—menuliskan kehausan gosip, materialisme, kecemburuan sosial, perselingkuhan, kesombongan, degenerasi mental yang mewarnai kebosanan sehari-hari masyarakat Belanda di Hindia.

Membaca cerita ini, kita juga bisa melihat juga silang-sengkarut “identitas” dan hirarkinya melalui kehidupan sehari-hari. Rose, dengan akar “Indische”-nya, menumpuk dan memamerkan selera “Eropa”nya: baju-baju dan makanan-makanan (kaleng) impor terus ditumpuk di gudangnya (yang hampir seperti toko), sementara sehari-hari memakai sarong dan kebaja, dan memakan nasi dan sambal. Mr. Lugtens yang keras dan angkuh, meskipun tidak menyukai Mama Tjang, mertuanya yang pribumi, tak bisa berkutik ketika anaknya Lena memarahinya untuk lebih bersikap baik kepada Mama Tjang.  Tante Jansen, dengan statusnya sebagai njonja besar, istri almarhum pemilik perkebunan besar dan kaya, mendapati dirinya tak kuasa menolak orang-orang–baik pekerja maupun keturunannya, pribumi maupun Eropa meskipun kini hartanya sudah jauh menipis.

Pertama kali dimuat sebagai serial cerita bersambung koran Bataviaasch Nieuwsblaad, beberapa bahan cerita Ups and Downs, menurut Nieuwenhuys, dibuat berdasarkan cerita nyata perkebunan besar Pamanukan dan Tjiasem di tahun 1872. Terasa kelincahan dalam cerita-ceritanya, tanpa tedeng aling-aling, tidak memusingkan gaya penulisan dan tetek bengek dekoratif. Selain karena tuntutan sebagai serial koran, P. A. Daum sendiri terkenal kukuh mendukung tulisan berdasarkan realita dan fakta.

P. A. Daum

Paulus Adrianus Daum (1850-1898) lahir di Den Haag. Di negara asalnya pun, dia bekerja sebagai wartawan Het Vaderland. Tahun 1878 dia tiba di Jawa, menjadi editor De Locomotief di Semarang. Setelah bentrok dengan pemerintah dan koran tersebut, Daum membeli perusahaan koran Het Indische Vaderland ( juga di Semarang), dan—karena dia tidak mampu membayar kontributor—menulis hampir semua artikel dan feuilleton (cerita bersambung) dengan nama samaran Maurits. Dengan cara ini ia menghasilkan sepuluh novel dalam sepuluh tahun.

Kritik-kritik tajamnya terhadap pemerintah kolonial (meskipun ingat, belum tentu demi memperjuangkan hak-hak masyarakat setempat) mengantarkan dia lagi ke penjara, kali ini di Batavia. Dua bulan setelah bebas dia membuat Bataviaasch Nieuwsblaad, yang dengan cepat—karena format lebih kecil dan harga murah—menjadi salah satu koran terlaris di Jawa.

Menurut Nieuwenhuys dan Beekman, Daum adalah pribadi yang kuat, ulet, dengan ketajaman pikiran dan kekukuhannya pada realisme dan naturalisme. Tidak heran, meskipun menurut Beekman Daum mengaku tidak mempunyai banyak referensi baca, Daum, sebagai penggemar Zola, banyak menerjemahkan karya-karya Zola (termasuk Germinal) dan membuat tulisan tentangnya. Daum tidak menyukai hal-hal abstrak, hiasan-hiasan romantisisme maupun moralitas, hal-hal yang pada zaman itu banyak mewarnai roman dan travelogue kolonial. Yang disorotnya adalah perilaku dan psikologi manusia dalam lingkup sosial domestik, bukan (eksotisme) alam dan lingkungan tropis.

Penerjemahan, pengantar, dsb.

Buku ini juga diterjermahkan dengan baik, dengan catatan-catatan kaki yang cukup deskriptif dan tidak mengganggu alur baca. Disediakan glossary di belakang karena adanya penggunaan kata-kata Melayu di sana-sini baik dalam deskripsi maupun dialog mereka, seperti kasian, susah, sudah, bandjir, dsb.

Aslinya dibuat dalam dua bagian, versi ini sayangnya hanya memuat bagian pertamanya, dengan alasan bahwa bagian keduanya jauh lebih inferior dan cukuplah bagian pertama ini dianggap sebagai akhir. Alasan yang sedikit mengecewakan, karena menurut Nieuwenhuys (119-120), meskipun bagian kedua tidak memiliki spontanitas bagian pertama dan dialognya dipenuhi klise, dengan ketajaman dan kepekaan observasi Daum, beberapa halaman tetaplah memberi potret lugas kehidupan keluarga-keluarga Belanda Hindia.

Di luar kekurangan di atas, E. M. Beekman memberi pengantar cukup panjang dan komprehensif. Selain memaparkan biografi pendek Daum, Beekman membuat perbandingan menarik antara kehidupan masyarakat kolonial di Hindia dengan di Amerika Selatan. Beekman juga merupakan editor seri Library of the Indies, seri berisi 12 karya penulis Belanda di Hindia. Awalnya diterbitkan oleh University of Massachusetts Press, seri ini kemudian diterbitkan ulang dan bisa didapatkan di Periplus. Karya Daum, setahu saya, belum pernah diterjermahkan dalam Bahasa Indonesia*. Dulu di Jawa pun, karya Daum sempat populer selama dasawarsa terakhir hidupnya, tapi dengan cepat surut setelah 1900.

* Dari yang termasuk dalam seri Library of the Indies, berikut yang saya tahu telah diterbitkan versi bahasa Indonesianya: Max Havelaar, Bianglala Sastra (Mirror of the Indies, terj. Dick Hartoko), Tanah Asal (Country of Origins),  dan Bayangan Memudar (Faded Portraits), semuanya, setahu saya, diterbitkan oleh Djambatan.

Judul: Ups and Downs of Life in the Indies

Pengarang: P. A. Daum (1890)

Penerbit: Periplus, 1999 [U. of Massachusettes, 1987]

No. Panggil: F DAUM Upsa

Referensi & Rekomendasi

  • Beekman, E. M. “Dutch Colonial Literature: Colonialism in the Tropics” dalam Indonesia vol. 34, pp. 17-39. Oktober 1982. [ Koleksi Jurnal ]
  • De Nijs, E. Breton. Faded Portraits. Terj. Donald & Elsje Sturtevant. [ F DEN Fad ]
  • Du Perron, Edgar. Country of Origins. Terj. Francis Bulhof & Elizabeth Daverman. [ F DUP Cou ]
  • Multatuli. Max Havelaar: Atau Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda. Terj. H. B. Jassin.  [ F MUL Max ]
  • Nieuwenhuys, Rob. Mirror of the Indies: A History of Dutch Colonial Literature. Terj. Frans van Rosevelt. [839.31099598 NIE Mir]

Email | Website | More by »

Founding director, c2o library & collabtive. Currently also working in Singapore as a Research Associate at the Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). Opinions are hers, and do not represent/reflect her employer(s), institution(s), or anyone else with whom she may be remotely affiliated.

Leave a Reply