Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut

OrangLaut
Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX

Lebih dari separuh wilayah Indonesia terdiri dari laut, tapi sayangnya studi sejarah kita terlalu mementingkan daratan.  Istilah bahari, menurut Kamus Umum, berarti zaman purba kala, dahulu kala.  Dengan kata lain, pengertian bahari dan zaman dahulu kala sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat dekat sampai-sampai dianggap sebagai suatu sinonim.  Perhatikan pula bahwa istilah kepulauan dalam bahasa Inggris, archipelago, berasal dari bahasa Yunani arch (besar, utama), dan pelagos (laut).  “Jadi archipelagic state sebenarnya harus diartikan ‘negara laut utama’ yang ditaburi dengan pulau-pulau, bukan negara pulau-pulau yang dikelilingi laut.”

Begitulah Adrian B. Lapian, ahli sejarah maritim, mengingatkan kita melalui karya klasiknya ini, “Jangan lupa lautan.”  Demi fokus yang lebih mendalam dan karena keterbatasan sumber tulisan, Lapian memilih untuk membatasi penelitian ini pada kawasan Sulawesi di abad XIX.  Dibagi menjadi enam bab termasuk pendahuluan dan penutup, dengan komprehensif dan bertahap Lapian memberi uraian mengenai keadaan fisik dan penduduk kawasan Sulawesi, sebelum kemudian secara spesifik membahas masyarakatnya berdasarkan tiga tipe ideal: orang laut, bajak laut, dan raja laut.

Adrian B. Lapian (2009) | Komunitas Bambu | No. Panggil: 364.1640959 LAP Ora

Tipologi ini dibuat untuk memudahkan deskripsi masalah yang begitu kompleks, karena kategori ‘bajak laut’ telah dengan terlalu kabur digunakan untuk pihak ‘lain’ yang melakukan tindakan kekerasan di kawasan laut.  Lapian mengingatkan kita untuk melihat apa yang disebut sebagai pemberantasan ‘bajak laut’  (di abad XIX) dalam kaitannya dengan politik imperialisme di Asia Tenggara, dan alasan untuk mengadakan intervensi dalam pemerintahan setempat.

Sebagai tipe ideal, Orang Laut, berdasarkan tipologi sederhana ini, dimaksudkan Lapian sebagai semua kelompok masyarakat yang belum atau tidak mengenal bentuk organisasi kerajaan atau negara, umumnya hidup berkelompok dalam perkampungan perahu dengan sifat mobile (hingga kerap disebut sea-nomads atau sea-gypsies).  Raja Laut dimaksudkan sebagai “kapal dan perahu yang merupakan kekuatan laut raja-raja di Asia Tenggara yang melakukan tugasnya sebagai pemayar di perairan kerajaan,” dan mempunyai semacam “wenang-wenang” untuk melakukan kekerasan terhadap siapa saja yang memasuki wilayahnya.  Kekuatan Barat pun, sebenarnya dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk khusus dari tipe Raja Laut karena posisi dominan mereka di Asia Tenggara. Sementara Bajak Laut adalah “kelompok pelaut yang melakukan kekerasan, tetapi … tidak bertugas sebagai pemayar kerajaan pribumi atau kekuatan kolonial, lagi pula bukan merupakan anggota masyarakat kelompok etnis yang masuk kategori Orang Laut,” dengan motif-motif tersendiri yang tidak jarang mendapat simpati masyarakat setempat, atau sebaliknya dimusuhi dan ditakuti (atau semuanya).  Mereka juga bisa menjadi bentuk lain perang maritim, pelaku gerilya bahari sebagai perantara Raja Laut.

Perlu diingat bahwa tipologi ini tidak dibuat pada tingkat individu dan tidak dapati dilihat sebagai tingkat-tingkat dalam arti evolusionis, selain juga karena ada banyak tumpang tindih dan interdependensi dalam kegiatan ketiganya. Orang Laut dan Bajak Laut bekerja sama dengan sesama anggota kelompok masing-masing atau kelompok lain, sedangkan Raja Laut harus memiliki rakyat pengikut yang bisa terdiri dari Orang Laut atau Bajak Laut. Didukung oleh argumentasi yang kokoh dan segudang literatur dalam berbagai bahasa yang dikumpulkannya dengan tekun dari berbagai negara, Lapian dengan jernih menjabarkan sejarah kawasan ini dalam kerangka konseptual yang ia siapkan, sambil tak jemu-jemunya tiap kali mengingatkan kita untuk berhati-hati mengenai permasalahan sumber sejarah. Satu buku sejarah yang wajib dibaca; penulisan yang segar, dengan ketekunan dan dedikasi yang luar biasa.

Email | Website | More by »

Founding director, c2o library & collabtive. Currently also working in Singapore as a Research Associate at the Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). Opinions are hers, and do not represent/reflect her employer(s), institution(s), or anyone else with whom she may be remotely affiliated.

5 Replies to “Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut”

  1. Teman-teman c2o yang baik,

    Terima kasih sudah meresensi buku Komunitas Bambu.
    Mohon izin share di website komunitas bambu.
    Semoga kobam dan c2o bisa terus menjalin kerjasama dengan baik (^__^)v.

    salam,
    Komunitas Bambu

    1. Kawan2 Kobam yang baik,

      Tentu saja boleh, silahkan digunakan! Senang sekali kalau resensi ini bisa berguna. Dan ya, semoga kita bisa terus bekerja sama dengan baik. Salam hangat untuk semua.

  2. Salam sejahtera…Saya dari Johor..Saya berminat dengan buku ini…Bagaimana saya boleh mendapatkannya…Saya sudah berusaha untuk memperolehnya di Malaysia…Tetapi sehingga kini masih lagi belum dapat ditemukan….

Leave a Reply