Trance & Dance in Bali

Kerauhan (istilah Bali untuk menye­but kerasukan) timbul di Bali dalam bera-gam bentuk. Dalam film ini, Margaret Mead menjelaskan bagaimana kerauhan terjadi dalam Tari Keris, di mana penari-penari menusukkan keris ke dadanya tanpa ter­luka sedikitpun. Salah satu tari Keris mengkombinasi­kan praktik relijius ini den­gan tema drama Bali, yaitu konflik antara Rangda (janda sakti) dan Barong. (Barong sering­nya diasosiasikan dengan naga, tapi ada juga versi-versi barong yang lain, seperti barong macan, bangkal, lembu, dan gajah. Kemungkinan besar yang tampil di film adalah barong Keket.)

Ada berbagai macam ver­si cerita—Mead menyorot versi yang diberikan di desa Pagoetan antara tahun 1937-1939. Di saat Mead mengambil film ini, baik perempuan maupun laki-laki masih mementaskan tarian ini. Film dibagi menjadi dua bagian. Di bagian pertama, ditunjukkan bagian teatrikal semenjak Rangda masih belum memakai topeng hingga tari keris dan penari-penarinya dibopong kembali ke pura. Sementara bagian kedua menunjukkan proses menyadarkan penari keris maupun aktor-aktor laki-laki pemeran Rangda dan Barong dari kerauhan.

Berikut sedikit cuplikan screenshot/still dari film ini.

Rangda (janda sakti) dengan segala pernak-pernik supernaturalnya—kaki berbulu, buah dada (rata) yang menggantung, kuku panjang, tapi tanpa topeng yang akan mengubahnya menjadi figur supernatural. Di sebelahnya, adalah putrinya (Ratna Menggali), yang telah ditolak lamarannya oleh Raja (Erlangga?). Untuk membalas dendam, Rangda memerintahkan murid-muridnya untuk menyebarkan wabah penyakit.

Adegan kelahiran, di mana seorang wanita hamil–diperankan oleh laki-laki–melahirkan (boneka) bayi, sementara para rangda berkeliaran untuk menculik bayi yang baru lahir itu. Bayi itu kemudian diculik dan dikembalikan tak bernyawa kepada keluarganya.

Rangda dalam bentuk supernaturalnya di depan gerbang pura. Di atas kepalanya, ada kain putih–kain yang digunakan ibu untuk menggendong anaknya.

Barong datang, berkonfrontasi dengan Rangda.

Para penari keris–yang dirasuki buta kala?–menyerbu Rangda untuk mendukung Barong, tapi begitu Rangda menoleh, mereka dipaksa mundur. Dan Rangda pun menari dan tertawa.

Penari keris wanita, juga kerasukan dan menusukkan keris ke dada mereka tanpa terluka. Berbeda dengan penari laki-laki, mereka tidak memburu Rangda, dan jarang terjatuh saat kerasukan.

Menyadarkan salah satu penari keris. Wanita tua ini sebelumnya mengatakan bahwa dia tidak akan mengalami kerauhan, tapi sebaliknya malah paling lama sadar. Dia masih terus menari, mengingat-ingat gerakannya sebelumnya. Di sini kita melihat dukun Barong menyiapkan sesajen khusus.


Film ini diputar di C2O hari Sabtu, 21 Agustus yang lalu, sebagai bagian program pemutaran film Ragam Budaya & Sejarah Indonesia, bulan ini akan menampilkan Suku Asmat dan Toraja. Terimakasih kepada Pak Hadipurnomo yang bersedia memutarkan dan memberi pengantar diskusi. Kami sangat merekomendasikan untuk menonton filmnya sendiri. Transkripsi lengkap teks dan dialog film tersedia di C2O. Kami sarankan juga untuk membaca buku Dance & Drama in Bali (Walter Spies, 1938) sebagai pelengkap informasi. Segala komentar, kritikan dan koreksinya, akan sangat berguna, terima kasih…

Email | Website | More by »

Founding director, c2o library & collabtive. Currently also working in Singapore as a Research Associate at the Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). Opinions are hers, and do not represent/reflect her employer(s), institution(s), or anyone else with whom she may be remotely affiliated.

Leave a Reply