Soerabaja, Surabaya

Selama bulan November 2010, bekerja sama dengan komunitas Surabaya Tempo Dulu, kami memutar dua film berkaitan dengan sejarah Surabaya. Film ini diputar di C2O Sabtu lalu, 6 November 2011, dengan diskusi santai tapi informatif yang dipandu oleh dua admin komunitas Surabaya Tempo Dulu, Ajeng Kusumawardani dan Nikki Putrayana, serta Mba Windhi yang malu-malu di kursi pengunjung bersama putrinya :).

Film berikutnya yang akan kami putar adalah film Jalan Raya Pos, lihat jadual di sini. Bagi yang tidak sempat menonton film “Soerabaja, Surabaya”, film ini akan diputar lagi pada hari Kamis 11 November 2010, pukul 09.00 WIB di Auditorium FIB UNAIR, dalam rangka Diesnatalis Departemen Ilmu Sejarah UNAIR dan hari Pahlawan yang diadakan oleh HIMA Ilmu Sejarah Unair. Kru STD dan C2O juga akan hadir di sana. Sampai ketemu!


Tiap bulan November, kita merayakan Hari Pahlawan dengan berbagai pertunjukan, arakan, dan berbagai acara gegap gempita.  Pada kenyataannya, di banyak buku sejarah luar (Amerika, Inggris, Belanda), pertempuran November di Surabaya jarang sekali tercantum.

Sutradara Peter Hoogendijk membawa ibunya, Thera André, ke Surabaya, kota di mana ibunya kembali dari kamp Jepang 60 tahun yang lalu saat dia berusia 17 tahun.  Dengan meletusnya revolusi Surabaya, Thera bersama ribuan perempuan dan anak-anak Eropa dan Eurasia kemudian dilarikan oleh tentara Inggris ke luar kota.  Selama di Belanda, ia bahkan tidak tahu sama sekali apa yang terjadi di kota yang ditinggalkannya.

Peter membawa ibunya kembali ke kota kelahirannya untuk mencari tahu apa yang terjadi, dan dari dokumenter ini, kita bisa melihat berbagai sudut pandang: perayaannya tiap 10 November dan wawancara dengan para veteran pejuang (Pemuda) seperti Des Alwi dan Askandar, korban pelarian Belanda, dan putra-putra Jendral Mallaby.  Kita bisa melihat footage dokumenter-dokumenter lama, dan juga kondisi Surabaya saat ini, serta perayaan-perayaan reenactment-nya tiap tahun.

Film ini membangkitkan banyak pertanyaan dan informasi-informasi yang tak terbayangkan.  Sebagai contoh, ternyata di antara kalangan pelarian Belanda, ada yang disebut sebagai Bloody Monday, Senin Berdarah, 15 Oktober 1945, di mana dikatakan 50-200 orang Eropa & Eurasia dikumpulkan dan dibantai di Simpang Societeit (sekarang Balai Pemuda).  Informasi ini begitu asing bagi kita.  Wawancara dengan dua putra Jendral Mallaby juga banyak memberi informasi mengejutkan mengenai brigade 49, Jenderal Mallaby, dan kesiapan tentara Sekutu di Surabaya.

Wawancara dengan dua putra Mallaby.

Selesai menonton film, berbagai pertanyaan dan komentar bermunculan.  Pertama tentunya, kenapa pertempuran Surabaya di sumber-sumber berbahasa Inggris jarang sekali tercantum?  Apakah karena tidak penting, memalukan, atau kedua-duanya?  Tahukah kita, bahwa banyak korban truk berisi perempuan dan anak-anak yang dihancurkan oleh amuk massa?

Setelah perempuan dan anak-anak Eropa & Eurasia diungsikan, laki-laki ditahan

Benarkah kita hanya bondo nekat dan menggunakan senjata-senjata sederhana seperti bambu runcing?  Ada berbagai sumber menulis bahwa masyarakat Surabaya berhasil menguasai senjata-senjata dan lokasi-lokasi canggih.  Menarik juga bahwa boikot makanan diperintahkan oleh Sukarno untuk diberlakukan kepada orang-orang Indo.  Lalu, siapakah Jenderal Mallaby, dan bagaimana dia terbunuh?  Diuraikan bagaimana sebenarnya dia lebih terbiasa menangani administrasi, yang hampir tidak mempunyai pengalaman lapangan, peminat bahasa dan barang-barang antik.

Wawancara dengan Des Alwi

Pertanyaan-pertanyaan ini muncul dalam diskusi dan berbagai versi sejarah bermunculan dan dibahas  dengan seru dan ramah oleh Nikki dan Ajeng.  Sekali lagi, STD menekankan pentingnya kita mengingat bahwa history adalah perpendekan dari “his story”, satu versi dari cerita yang sangat subyektif.  Maka penting bagi kita untuk mengingat, betapa banyak yang kita tidak ketahui, dan betapa perlunya kitaterus menggali sejarah dan mendengarkan berbagai versi.  Dengan mempertanyakan, bukan berarti kita mengurangi kehebatan dan pengorbanan para pejuang kita.  Sama sekali tidak.  Tapi dengan membaca lebih banyak versi sejarah, kita bisa lebih memahami dan belajar lebih banyak mengenai diri kita.

Nikki & Ajeng dari STD memfasilitasi diskusi dengan seru dan memicu banyak pertanyaan.

Dari diskusi dan respons dari pengunjung, terasa ada antusiasme dan kerinduan akan adanya forum dan pertemuan untuk saling berbagi informasi mengenai sejarah kota kita.  Sekali lagi, pertama-tama adalah penting bagi kita semua untuk membangun kepedulian terhadap sejarah, dan mengajak teman-teman kita untuk turut hadir, berpartisipasi dan saling mengisi.

Terima kasih banyak kepada Nikki, Ajeng, Mbak Windhi dan teman-teman STD atas dukungan dan kerjasamanya!  Terutama kepada Ajeng yang sudah bela-belain datang padahal sedang sakit, terjebak macet, dan membawakan kita pastel-pastel anget…. Bagi teman-teman yang datang, monggo, tuliskan kesan-kesan dan apa yang diketahu, di facebook STD atau di komen C2O di bawah ini!

Kronologi
The proclamation – Aug. 17 1945
The flag incident – Sept. 19
The Japanese dislodged – early Oct.
The Food boycott – from Oct. 6
Bloody Monday – Oct. 15
49th Indian Infantry Brigade – Oct. 25
The Gubeng Transport – Oct. 28
The Murder on Mallaby – Oct. 30
The Evacuation started – early Nov.
The Werfstraatprison – Nov. 9
The Battle for Surabaya – Nov. 10 – Dec. 1

Email | Website | More by »

Founding director, c2o library & collabtive. Currently also working in Singapore as a Research Associate at the Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). Opinions are hers, and do not represent/reflect her employer(s), institution(s), or anyone else with whom she may be remotely affiliated.

Leave a Reply