Reportase: The ‘O’ Project

C2O Library, Surabaya. Sabtu, 13 November 2010.

Saya duduk santai di tengah ruangan. Berkumpul di antara penyaji dan peserta laiknya keluarga. Sembari menyiapkan notebook, saya menatap Kathleen Azali, pemilik C2O Library, membuka acara. Dia memperkenalkan Firliana Purwati, penulis buku The ‘O’ Project, sekaligus Program Officer Hak Asasi Manusia dan Demokratisasi di Hivos Asia Tenggara. Sebagai pembahas, hadir Dr. Soe Tjen Marching, Pimred Majalah Bhinneka, sekaligus dosen FISIP Unair. Dan terakhir, Putri Aisyiyah, peminat kajian feminis, didapuk jadi moderator.

TIga perempuan luar biasa: Putri (moderator), Soe Tjen (pembicara), dan Firli (penulis)

Suasana langsung riuh ketika moderator melontarkan pertanyaan,”Siapa yang sudah orgasme hari ini?” Beberapa orang mengacungkan jari, berarti sudah orgasme. Ya, buku The ‘O’ Project alias The Orgasm Project lahir dari rentannya kedaulatan tubuh perempuan karena mitos dan tabu. Proyek ini membongkar kebisuan perempuan terhadap kenikmatan seks dan orgasme.

Firli (penulis) dan Pak Dede (penyunting)

Dengan lugas, penulis yang akrab dipanggil Mbak Firli ini menjelaskan latar-belakang penerbitan buku. Dia tergelitik mengungkap realitas, mengapa jumlah perempuan yang mencapai orgasme begitu rendah dibandingkan laki-laki? Yakni, 29 persen saja. Padahal semua orang paham bahwa perempuan dapat orgasme berkali-kali. Bertolak dari sana, dia membuat The ‘O’ Project. Tujuannya agar setiap perempuan tahu apa itu orgasme, bagaimana mendapatkannya, dan membuat keputusan bertanggungjawab berdasarkan pengetahuan tentang orgasme yang utuh dan kritis. Tidak terbatas pada studi literatur, dia juga melakukan serangkaian wawancara dengan banyak perempuan di Aceh, Jakarta, Jogjakarta, Surabaya, dan Makasar, dengan responden usia 25-55 tahun. Hasilnya terdokumentasi dalam sembilan bab di buku ini: Clitoris Envy, Virginity is Overrated, Orgasme Perempuan, Ayat-ayat Orgasme, Sexercise!, Queer, Mr. Rabbit, Safe Sex is Hot Sex!, dan Civic Orgasm.

Click to read!

Untuk merangkul pembaca secara luar dan dari beragam kalangan, dia menggunakan bahasa populer (jurnalisme sastrawi), cover ngejreng, dan menggandeng penerbit dengan distribusi luas (Kepustakaan Populer Gramedia/KPG).  Tentang isi, agar tidak terjadi bias heteronormatif, dia menganggit tiga penyunting, yakni Dede Oetomo, Agustine, dan Budi Setiyono. Sebelum dilempar ke pasar, dia juga melakukan uji coba pada sepuluh pembaca dari berbagai latar-belakang. Hasilnya sangat positif. Terbukti, setelah roadshow berbagai kota di Indonesia, buku ini membuka cakrawala berpikir tentang orgasme perempuan dan membuka ruang diskusi tentang hak atas tubuh. “Banyak cerita menarik dari pembaca. Misalnya, seorang perempuan di Surabaya mengaku baru sadar kalau disunat dan merasa haknya terlanggar usai baca buku ini,” jelasnya.

Soe Tjen Marching menilai buku ini sangat penting. Seks, yang selama ini ditabukan harus dibicarakan secara terbuka. Sebab manusia lahir ke dunia berkat aktivitas seksual. Dan pengajarannya harus dilakukan sejak dini. Terkait orgasme perempuan, dia memaparkan tentang realitas yang memprihatinkan, ketika banyak perempuan takut pada tubuhnya sendiri akibat represi negara, nilai-nilai di masyarakat, dan agama yang tidak berpihak pada perempuan. Seperti mitos keperawanan dan sunat perempuan. Lebih lanjut, buku ini menjadi penting karena mengungkap informasi berbasis data yang bisa dipertanggungjawabkan validitasnya, perihal praktik female genital mutilation di Asia, Afrika, dan Timur Tengah, sex toy dan tempat mendapatkannya, pendapat masyarakat tentang poligami, dan kumulatif kasus AIDS 1 Januari 1987 sampai 31 Desember 2009 yang mencapai 19.973 orang.

Informasi menarik mengenai situasi lapangan kebidanan

Sesi diskusi berjalan interaktif dengan mengangkat berbagai topik bahasan. Alvi yang datang jauh dari Jombang ke Surabaya mempertanyakan ayat-ayat Al-Qur’an yang dipakai pada bab Ayat-ayat Orgasme tentang poligami. Diskusi meruncing pada praktik monogami dan poligami. Mbak Firli mengaku menulis bab ini karena terinspirasi film Ayat-ayat Cinta, di mana dia melihat banyak ketimpangan di dalamnya. Dia berkisah tentang responden istri kedua yang rela mengesampingkan kenikmatan seks asal suaminya memperhatikan keluarga. Soe Tjen Marching menanggapi ini dengan lugas,”Saya sih nggak masalah orang mau monogami atau poligami. Yang penting tidak ada relasi kuasa di sana, di mana ada pihak yang dirugikan. Patut dicatat, kalau poligami boleh, tentu poliandri juga boleh. ‘Kan perempuan juga berhak orgasme. Jangan sampai demi suami, perempuan jadi lemah dan pasrah begitu saja.” Topik lain yang terangkat dalam diskusi ini tentang seks pada anak-anak, sejauh mana pentingnya orgasme dibandingkan isu kesetaraan, perilaku seks binatang, dan hukum yang mengatur batasan usia.

Bedah buku The ‘O’ Project kelar jam 18.00 wib. Saya keluarkan buku bersampul hijau itu dari dalam tas. Menatap sejenak. Terkenang, saya khatam buku itu ketika jadi peserta Kursus Gender dan Seksualitas V GAYa NUSANTARA. Saya menghampiri Mbak Firli untuk minta tanda tangan. Senang rasanya mendapatkan catatan dari penulisnya: Dear, Antok. Thanks & enjoy the book! Firli.

Apakah Anda sudah orgasme hari ini? Hmm, hari ini saya belum.

Plemahan, Surabaya, 14.11.2010, 10.06 AM


Catatan: Acara ini terselenggara atas dukungan penulis Firliana Purwanti, Gaya Nusantara, dan KPG Surabaya. Banyak terima kasih kepada Soe Tjen Marching, Putri Aisyiyah, Sardjono Sigit, Dede Oetomo, Ari dan Wisnu. Buku The ‘O’ Project tersedia di C2O dengan harga Rp.40.000, juga Jurnal Gandrung (Rp.35.000, diskon 10% untuk anggota C2O).

The 'O' Project dan Jurnal Gandrung tersedia di C2O

Email | Website | More by »

Penulis dan editor, berumah di GAYa NUSANTARA dan Majalah Bhinneka.

One Reply to “Reportase: The ‘O’ Project”

Leave a Reply