Reportase: Kisah-kisah Bijak dari Negeri Naga

Reportase Peluncuran Buku & Diskusi : Kisah Bijak dari Negeri Naga

Minggu di siang bolong, 11 September 2011 bertepatan dengan 12 tahun peristiwa 9/11. Cuaca sangat panas dan terik.

Jam menunjukkan pukul 12 siang tepat. Satu persatu para peserta datang untuk menghadiri acara  Peluncuran Buku & Diskusi dengan tema kali ini :  Kisah Bijaksana dari Negeri Naga  bersama  Chen Wei An, penulis dan  Ardian Purwoseputro, peneliti sejarah dan budaya Tionghoa Indonesia.

Rupanya cuaca panas tidak menghalangi peserta untuk berbondong-bondong ke C2O library.  Acara baru dimulai pukul 13:30 yang dibuka dengan paparan singkat dari penulis.

Menurut penulis, yang sempat berkarier di beberapa perusahaan nasonal di Surabaya & Jakarta ini, penulisan 2 buku  : Kisah Bijaksana dari Negeri Naga dan Kisah-Kisah Bijaksana dari Negeri Naga diilhami oleh ingatan-ingatan penulis akan didikan orang tua sewaktu kecil. Orang tua penulis selalu mendidik Chen kecil dan saudar-saudaranya dengan memberi contoh pelajaran hidup melalui kisah2 bijaksana yang diceritakan dalam bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami namun bisa diaplikasikan anak-anak.

Berawal dari keinginan untuk melestarikan nilai-nilai bijaksana itulah, penulis mulai mengumpulkan literatur-literatur untuk melengkapi cerita2 dimasa kecilnya, yang menurut penulis masih sangat relevan diterapkan di dunia modern saat ini. Baik oleh anak-anak maupun orang dewasa, disetiap aspek kehidupan.

[nggallery id=6]

Literatur-literatur tersebut didatangkan Chen dari luar negeri seperti Singapura dan Hongkong.  Hal ini untuk mempermudah penggunaan istilah-istilah dan penerjemahaan yang benar jika merujuk literatur terjemahaan asing yang dinilai Chen lebih orisinal.

Ada satu cerita menarik yang selalu diingat Chen, sebuah cerita bijak mengenai pentingnya memikirkan banyak hal disekitar kita untuk mencapai sebuah tujuan. Yaitu seorang pangeran kecil yang melihat belalang dipinggir kolam yang asyik meminum air, saking asyiknya sang belalang tidak menyadari kalau dibelakangnya ada seekor kodok yang siap memangsa, begitu pula sang kodok, dia tidak menyadari kalau dibelakangnya mengintai seekor ular yang siap menyantapnya, dan sang ular tidak menyadari pula jika dirinya sedang diintai oleh seekor burung rajawali. Ketika pangeran kecil tertarik dengan rajawali tersebut, keinginan hatinya sangat kuat untuk menangkapnya, namun dia tidak menyadari kalau disekelilingnya ada kolam, ketika dia berusaha menangkap rajawali tersebut…terjatuhlan dia di air.

Sebuah cerita yang mempunyai kesan tersendiri–mengajarkan kehati-hatian, tidak sembrono, tidak memikirkan diri sendiri…

Chen Wei An sampai saat ini sudah menulis 4 karya. Karya pertama adalah cerita silat (cersil) 5 jilid dengan judul Lung Hu Wu Lin-Rimba Persilatan Naga & Harimau, 1 karya non fiksi berjudul Cersil (bukan) Bacaan Jadul?, dan 2 buku Kisah-Kisah Bijaksana dari Negeri Naga dan 88 Kisah Bijaksana dari Negeri Naga.

Cuaca semakin  panas saja, namun selain membuat gerah juga membuat  diskusi  semakin lama semakin menarik dan panas.

Pertanyaan-pertanyaan mulai dilontarkan peserta. Ada yang bertanya mengenai mengapa jumlah kisah yang kenapa hanya ditulis 88 kisah saja, mengenai korelasi dan aplikasi kisah bijaksana dengan masalah kesetaraan gender, penyelamatan lingkungan hidup, hukum dan pemerintahan..dan masih banyak pertanyaan dan pernyataan panas lainnya.  Menurut Chen, semua kisah bijaksana ini bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tinggal dalam sudut pandang mana atau bidang kehidupan apa yang akan kita pilih.

Untuk meminimalisir cuaca yang cukup panas, Tinta, Erlin, Mbak Yuli dkk mulai membagikan buah semangka segar…ehmmmmm segarnya

Ada satu hal yang menggetarkan, pembentukan negara persemakmuran Hongkong dan Singapura tidak terlepas dari teladan kisah-kisah bijaksana Tiongkok yang diterapkan pemimpin-pemimpin sekelas Perdana Menteri Lee Kuan Yew, kata Chen.

Chen keberatan kalau kisah bijak ini disebut dongeng. Kisah-kisah ini merupakan sejarah peradaban China, mengenai kekuasaan, startegi perang, hukum, keadilan, kebijaksanaan, nilai-nilai hidup. Hal serupa juga diamini oleh Ardian. Menurut Ardian, kisah-kisah tersebut merupakan kisah bijak yang tertulis dan tersimpan rapi dari dinasti ke dinasti kekaisaran di China tanpa terputus. Menurut Ardian, cerita ini merupaka accesoris dari catatan-catatan  sejarah pada setiap periode dinasti kekaisaran di China. Semua keagungan, kebaikan, kebajikan, kejayaan, kehancuran sebuah dinasti dengan sangat obyektif terekam. Dan yang lebih menarik, catatan-catatan tertulis rapi, tanpa terputus dan diteruskan dari dinasti ke dinasti berikutnya. “aneh sekaligus mulia” biasanya setiap akhir perebutan dan pergantian pemerintahan, catatan-catatan dari pemerintahan yang berkuasa sebelumnya selalu dibakar atau sengaja dihilangkan oleh pemerintah yg berkuasa saat ini, tapi di China tidak!

Bagaimana dengan di negeri kita,Indonesia. Adakah budaya santun yang merekam apapun juga secara obyektif, yang kita simpan dan teruskan untuk generasi-generasi berikutnya? timpal Ardian.

Diskusi juga mulai merambah ke peranan Sastra Melayu Tionghoa yang juga berperanan dalam membentuk nation buiding Indonesia dan sastra Indonesia.

Satu hal yang menarik, salah satu contoh majalah Sin Po, meski berkiblat ke nasionalisme Tiongkok, majalah ini memiliki andil besar dalam perjalanan bangsa Indonesia. Di era 1920 an Sin Po mempelopori penggunaan istilah Bumiputera untuk istilah Inlanderr (istilah yg diberikan Belanda untuk masyarakat Bumiputera yang dianggap golongan masyarakat  kelas bawah) sehingga sebagai balas budi, media lokal mulai menggunakan istilah Tionghoa untuk menyebut orang dari suku bangsa China. Sin Po juga media massa cetak pertama yang mempublikasikan lagu kebangsaan Indonesia Raya karangan WR Supratman, Dan Sin Po salah satu majalah yang mempelopori penggunaan istilah Indonesia untuk Hindia Belanda saat itu. Bayangkan majalah tersebut sudah memiliki pokok bahasan utama, yaitu bahasan Indonesia dan bahasan Manca Negara. Tutur Ardian.

Akhirnya acara diskusi dan peluncuran buku ditutup dengan hidangan macaroni schotel dan puding buah a la chef Erlin.  Disela-sela acara ramah tamah, panitia membagikan doorprize berupa buku-buku karya Chen Wei An kepada 4 peserta.


C2O mengucapkan banyak terima kasih pada Chen Wei An, Ardian Purwoseputro, Erlin Goentoro, Anitha Silvia, Antonio Carlos, Ari Kurniawan, dan semua teman-teman yang telah hadir dalam acara ini.

Foto oleh Erlin Goentoro.

Leave a Reply