Reportase: Tempertantrum, Pameran mixtape kolektif

Jumat, 14 Oktober 2011.  Pembukaan pameran mixtape yang bertajuk Tempertantrum dilakukan sekitar jam 7 malam, dimulai dengan pengantar dari salah seorang penggagas pameran, Mikha Ogamba, dia menceritakan ide dan proses produksi pameran. Salah seorang pengunjung bertanya, “Apa itu mixtape?” Tidak heran muncul pertanyaan itu karena tidak ada pengantar pameran yang menjelaskan apa itu mixtape. Secara sederhana Mikha menjelaskan bahwa mixtape adalah kompilasi lagu yang memiliki tema tertentu dan direkam dalam kaset dan sekarang lebih sering memakai cakram padat, seluruh para partisipan mengirimkan mixtape dalam bentuk cakram padat. Ini mungkin pameran mixtape pertama di Indonesia, panitia penyelenggara yaitu bejana kultur dan majalah sintetik menyebutnya sebagai pameran audio-visual karena selain mixtape juga dipamerkan artwork dua dimensi dan tiga dimensi sebagai visual dari mixtape.

Mixtape dan artwork dari 54 partisipan dari kota Malang, Surabaya, Surakarta, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Pontianak memenuhi tiap sudut kosong dalam c2o library, artwork yang dipamerkan beragam, sederhana, dan bersifat personal, begitu juga mixtape-nya, sangat beragam dan sangat personal dengan tema-tema yang lekat dengan kehidupan anak muda di era modern. 54 partisipan Tempertantrum yaitu Aghastyoghalis, Ababil Ashari, Adythia Utama, Adit Bujubuneng al Buse, Ahmad Taufiqqurakhman, Akhmad Alfan Riadi, Aldy Kusumah, Aldiman Sinaga, Alfian Beiblupbee, Anitha Silvia, Anizar Yasmeen, Anggung Kuykay, Avezinebid, Ayu Widjaja, Bagus Priyo, Chyntia Puspitasari, Coloroyd, Decky Yulian, Didit Prasetyo, Dilla Qolbi, Donny x Rio, Eko Cahyono, Emil Ismail, Evan Permana, Farid Stevy, Fattah Setiawan, Gembira Putra Agam, Gooodit x Kentang Radio, Gunawan x Ami Azyati, Hanna Theodora, Harlan Boer, Kero Copy, Kontemplasihati Komanghilmi, Rakhmad Dwi Septian, Limbang, M. Abdul Manan, Mikha Ogamba, Marikamanzila, Ndnmld, Novaruth, Novielisa, Ossidiaz, Pandu Dewantara, Pink, Rangga Nasrullah, Redi Murti, Ricky Baybay Janitra x Ella Wijt, Rino Adlis, Samacksamakk, Sawi Lieu, Subnorway x Ican Harem, Widhiastana, Yogi Gagah, Wok The Rock.

Dalam pameran ini pihak penyelenggara membawa isu mengenai respon atas ketidaknyamanan terhadap dunia, seperti kondisi tempertantrum yang lekat dengan manusia penderita autis. Mixtape dan artwork yang dibuat oleh para partisipan diarahkan sebagai perwujudan ketidaknyaman terhadap dunia yang “normal”. Namun kebanyakan mixtape dan artwork yang dipamerkan tidak terpaku dalam tema tersebut, yah kebanyakan karya lebih memilih tema yang sesuai dengan kesukaannya. Salah satunya adalah mixtape dan artwork Gembira Putra Agam (Gembi) yang berjudul “one track(s)”, Gembi hanya memilih satu lagu yang diulang-ulang yaitu lagu Not Giving Up on Love-nya Sophie Ellis Bextor. Gembi mendeskripsikan konsep mixtapenya sebagai rasa “craving for more” saat mendengarkan lagu favorit sampai mengorbankan lagu lainnya tidak terdengar. Di era kaset, bukan cuma mengorbankan track lain yang menjadi tidak terdengar, tapi juga membuat kaset rusak saat kita mengulang-ngulang track favorit kita. Di era mp3 player kita bebas ngeklik track favorit berkali-kali untuk meredam rasa tidak pernah puas mendengar track tersebut. Untuk artwork-nya Gembi memamerkan tiga plastik ukuran CD dengan cover art kertas putih yang kosong, ditempel secara pararel sebagai simbol sederhana era digital saat kita bisa meng-copy lagu berformat digital tanpa mengorbankan file aslinya “rusak”.

[nggallery id=11]

Karya yang menarik lainnya adalah milik Evan Permana yang berjudul “Tembang Tinembung”. Evan membuat mixtape dengan pilihan lagu berupa gending jawa bertajuk Dengglung, Tukung, Lelagu dikompilasikan dengan lagu dari Mum, Akira Kosemura, Angelo Badalamenti, dan Bjork. Mixtape tersebut adalah playlist-nya saat dalam kondisi emosi sedang naik, alunan lagu yang lembut, lamban, dan monoton menjadi pilihan yang tepat untuk meredakan amarah. Menurutnya pola nada dalam gending jawa tersebut sebelas duabelas dengan pola musik modern ala Mum dan Akira Kosemura.

Pembukaan pameran diisi dengan presentasi karya dari partisipan Surabaya seperti Redi Murti dengan mixtape bertemakan musik Indonesia tahun 90-an dan Novielisa dengan mixtape bertemakan gulat. Seluruh mixtape yang dipamerkan dapat dinikmati oleh pengunjung dengan menggunakan alat bantu dvd player dan televisi. Sebagai pamungkas acara pembukaan pameran, malam itu pengunjung pameran ber-karaoke dengan mixtape oleh Dilla Qolbi yang bertemakan soundtrack sinetron tahun 90-an seperti Jin dan Jun, Janjiku, Noktah Merah Perkawinan, Tuyul dan Mbak Yul.

Eksebisi audio-visual Tempertantrum berlangsung hingga 23 Oktober 2011 di c2o library–sebuah perpustakaan independen di tengah kota Surabaya yang menjadi medium bagi kegiatan-kegiatan kreatif di Surabaya. Surabaya adalah kota kedua, sebelumnya Tempertantrum perdana dipamerkan di kota Malang pada tanggal 30 September-2 Oktober 2011.

Email | Website | More by »

Seorang musafir gig dan pameran, pengelola klab jalan kaki Manic Street Walkers, penikmat zine, lomographer.

Leave a Reply