C2O Newsletter vol. 35 Zines

c2onewsletter35zine
Ilustrasi: @novielisa

Kami sempat menghentikan menerbitkan newsletter C2O karena merasa isinya kurang  memberikan “sesuatu” selain informasi acara (yang toh kini lebih banyak disebar di media sosial, web dan surel). Juli dan bulan internasional zine membuat kami merasa wajib setidaknya memproduksi kembali newsletter, kali ini khusus merayakan media yang bernama zine ini. Ada sedikit tulisan dan berita zine dari teman-teman. Menampilkan wawancara dengan YY, reportase Grungee Jumping, catatan zinester Anitha Siliva, linimasa serpihan zine di Surabaya, dan daftar zine di C2O.

Unduh PDF di: https://archive.org/download/C2oNewsletter35/c2o-newsletter35.pdf

ZINE. Dibaca “zin”, seperti “izin tidak masuk kantor”, dipotong dari magazine atau fanzine.

Apa itu zine? Mbulet. Ada yang bilang asalnya dari gerakan musik underground dan punk 1970an. Ada yang bilang dari fanzine para kutubuku (geek) sci-fi dan komik dari tahun 1930an di era Depresi. Itu baru di Amerika. Belum di Indonesia. Kebanyakan bilang juga dari gerakan musik. Tapi ya ada juga gerakan LGBTIQ Indonesia yang menggunakan mode produksi, distribusi dan konsumsi yang sama, dengan isi yang bisa dikatakan melawan arus utama (hal. 8).

Lantas, bagaimana kita mengkategorikan zine? Kalau kita mengikuti definisi Wikipedia, produksinya di bawah 1000, atau bahkan 100, dan tidak diproduksi dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Tapi mengingat kondisi penerbitan di Indonesia, ya banyak juga lah yang diterbitkan seperti itu. Apalagi dengan makin banyak dan canggihnya “agen perubahan” utama kita: mesin & pekerja toko fotokopi!

Sampai-sampai seorang seniman (dan pustakawan?) Australia yang sedang residensi di Yogyakarta berinisiatif memberi lokakarya membuat zine gara-gara melihat begitu menyebar luasnya warung fotokopi di Yogya (dan menyumbangkan hasil penjualan lokakarya tersebut ke C2O, terimakasih Danielle!)

…..OK, kembali ke zine. Seringkali dibuat dengan semangat DIY (do-it-yourself) untuk mengkomunikasikan berbagai ide yang kemungkinan besar kurang dapat diakomodasi di media utama. Topiknya bisa politik, seni, hobi, musik, hingga kehidupan personal (yang rupanya juga sering disebut perzine). Bisa fiktif, non-fiktif atau campur-campur, dan seringkali ditulis dengan sudut personal. Mungkin daftar kategori di kanan bisa memberi sedikit bayangan dan inspirasi. Saya mendapatkannya dari seorang teman yang baru melakukan lokakarya zine di perpustakaannya di Vancouver. Tapi sekali lagi, kategori-kategori ini tidak baku. Mungkin kita perlu membuat kategori-kategori sendiri. Sama seperti kode Dewey Decimal Code yang kami gunakan di C2O pun banyak kami bengkokkan dan plintir sana-sini, hehehe…

Biasanya diproduksi dengan fotokopi dan teknik binding sederhana, dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Meski akhir-akhir ini, setelah sempat sedikit mengendap dengan kemunculan webzine, juga bermunculan berbagai teknik (re)produksi zine manual yang makin artistik, eksperimental dan memperhatikan visual. Dari binding dijahit, disambung dengan peniti, tidak dibinding tapi dimasukkan ke dalam amplop. Dan seterusnya. Mungkin menunjukkan makin banyaknya mahasiswa seni dan desain, akses ke komputer, Internet, piranti lunak desain (bajakan) dan majalah di Indonesia. Haha!

Bagi yang belum tahu, sejak beberapa bulan yang lalu, tersedia kotak KOLEKZINE di C2O. Daftar ada di belakang. Kami juga berupaya memetakan perjalanan serpihan zine di Surabaya. Pastinya ada yang kami lewatkan. Selamat membaca, dan menorehkan cerita zinemu di sana.

Kontak: info@c2o-library.net

Email | Website | More by »

An independent library and a coworking community space. Aims to create a shared, nurturing space, along with the tools and resources for humans (and non-humans) for learning, working, and connecting with diverse communities and surrounding environment—for emancipatory, sustainable future. More info, visit: https://c2o-library.net/about/ or email info@c2o-library.net

Leave a Reply