Site icon C2O library & collabtive

Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia

TanMalaka-HarryPoeze-c2o

Diskusi & peluncuran buku “Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia” jilid 4
bersama Harry A. Poeze, Ph.D.

Jumat, 7 Februari 2014, pk.18.30-21.00 WIB
Perpustakaan & Kolabtiv c2o
Jl. Dr. Cipto 20, Surabaya 60264
(jalan kecil seberang bekas konjen Amerika)

Tan Malaka (1894-1949) pada tahun 1942 kembali ke Indonesia menggunakan nama samaran sesudah 20 tahun mengembara. Pada masa Hindia Belanda, ia bekerja untuk Komintern (organisasi komunis revolusioner internasional) dan sesudah 1927 memimpin Partai Repoeblik Indonesia yang ilegal dan antikolonial.

Ia tidak diberi peranan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sementara itu, tokoh Tan Malaka yang legendaris itu berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Republik Indonesia: Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Tetapi segera pula mereka tidak sejalan. Tan Malaka menghendaki sikap tak mau berdamai dengan Belanda yang ingin memulihkan kembali kekuasaan kolonialnya. Ia memilih jalan ‘perjuangan’ dan bukan jalan ‘diplomasi’. Ia mendirikan Persatoean Perdjoeangan yang dalam beberapa bulan menjadi alternatif dahsyat terhadap pemerintah moderat. Dalam konfrontasi di Parlemen ia kalah dan beberapa minggu kemudian Tan Malaka dan sejumlah pengikutnya ditangkap dan ditahan tanpa proses sama sekali —dari Maret 1946 sampai September 1948.

Jilid empat ini meliputi periode dramatis setelah pembebasan Tan Malaka sampai ia menghilang pada Februari 1948. Ia mulai dengan menghimpun pendukungnya yang telah bercerai-berai dan pada November 1948 mendirikan partai baru yang bernama Partai Murba. Akan tetapi pembentukan partai terganggu oleh Serangan Belanda Kedua pada Desember 1948. Saat itu Tan Malaka bermarkas di Kediri di bawah perlindungan batalyon TNI yang dipimpin Sabarudin. Sabarudin memiliki reputasi buruk sebagai seorang panglima perang yang bengis dan kejam. Di Kediri, Tan Malaka mempersiapkan tentara dan rakyat melakukan perang gerilya terhadap Belanda dengan tujuan Indonesia sebagai negara sosialis. Sesudah ikut bergerilya ke Gunung Wilis, dalam pamflet yang ditulisnya tiap hari, ia menyerang Soekarno dan Hatta yang telah ditahan Belanda dan menuduh TNI di daerah yang bersikap putus asa. Bahkan ia memproklamir dirinya sebagai Presiden Indonesia. Serentak TNI beraksi. Markas besar Tan Malaka dan Sabarudin ditumpas. Setelah suatu rangkaian peristiwa yang luar biasa, Tan Malaka dieksekusi oleh satuan lokal TNI di desa Selopanggung, 21 Februari 1949. Kematiannya dirahasiakan.

Sesudah 58 tahun barulah terungkap lokasi, tanggal, dan pelakunya, yaitu dalam edisi asli buku ini yang berbahasa Belanda (2007). Kematian Tan Malaka tidak mengakhiri gagasan radikalnya. Sampai akhir 1949 para pendukungnya terlibat dalam aksi-aksi gerilya melawan Belanda, TNI, dan pimpinan Republik. Namun dukungan rakyat ternyata tidak memadai sehingga kekalahan tidak dapat dihindari. Buku ini secara mendetail menggambarkan hal ikhwal perlawanan radikal ini.

Bab terakhir mendokumentasikan pencarian lokasi kuburan Tan Malaka, penggalian jenazahnya pada tahun 2009, serta hasil autopsi.

Tentang Harry A. Poeze, Ph.D.: Terlahir di Lappersum, Belanda, 20 Oktober 1947, penulis buku Verguisd en Vergeten (2.200 halaman) ini lulus dari Universitas Amsterdam, Fakultas Ilmu Sosial pada 1972. Disertasi yang diselesaikan kakek 1 cucu ini selesai pada 1976 mengenai riwayat hidup Tan Malaka sampai 1945. Pria yang fasih berbahasa Indonesia ini dari 1976 hingga Juli 2010 menjabat sebagai Direktur penerbit KITLV, kemudian menjadi Penasihat Penerbit KITLV. Ayah dari dua anak laki-laki ini tinggal di Castricum, sebuah kota kecil di utara Amsterdam. Ia memiliki menantu perempuan asal Surabaya.

INFO:
diskusitanmalaka@gmail.com | HP: 0816 1522 1216 (Yuli)
Twitter @c2o_library | FB: facebook.com/c2o.library

Exit mobile version