Kebebasan Ekspresi dan Keamanan Digital Zaman Now

Kesadaran mengenai keamanan dan privasi di dunia digital patut diperhitungkan apabila menilik situasi internet di Indonesia. Menurut catatan SAFEnet, terdapat 385 warganet yang diadukan ke polisi dengan pasal karet dalam UU ITE. Rinciannya adalah 363 aduan terkait pasal pencemaran nama baik, 21 aduan terkait pasal penodaan agama, 1 aduan terkait pasal pengancaman daring. Dan berbagai aduan tersebut terhitung hanya dalam tempo 1 tahun saja sejak pengesahan revisi UU ITE pada 28 November 2016.

Selain itu, terhitung sejak awal tahun 2017 hingga bulan November di tahun yang sama terdapat 100 kasus persekusi terhadap ekspresi, dengan 12 kasus di antaranya telah diproses di pengadilan dan divonis bersalah. Survei yang dilakukan oleh MASTEL di awal tahun 2017 menemukan bahwa hoax politik serta SARA semakin marak ditemui di media sosial dan aplikasi chatting.

Berkaca dari fenomena-fenomena tersebut, SAFEnet bekerja sama dengan ICT Watch dan SIBERKREASI untuk mengadakan Bulan Aman Internetan 2018. Acara ini bertujuan menggandeng para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kapasitas dan wawasan warganet agar dapat menciptakan situasi internet yang lebih aman dan antisipatif terhadap berbagai ancaman kebebasan berekspresi di Indonesia. Acara ini didukung oleh kelompok kolektif yang tersebar di beberapa kota: Jakarta, Depok, Denpasar, Pontianak, dan Surabaya. Untuk di Surabaya, diadakan diskusi dan Lokakarya yang difasilitasi oleh PERIN+1S — C 2 O, serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya. Lokakarya yang mengangkat tema Kebebasan Berekspresi & Keamanan Digital tersebut digelar pada tanggal 26 Februari 2018 di C 2 O Library & Collabtive.

Saat jam telah menunjukkan waktu sekitar pukul 16.00, lokakarya pun dimulai. Sesi pertama membahas topik mengenai peningkatan pembungkaman terhadap media dan kebebasan berekspresi, sekaligus langkah antisipasi menjelang kampanye politik di tahun 2018-2019. Kukuh S. Wibowo membuka sesi pertama dengan membagikan pengalamannya selama ini sebagai pelaku media. Jurnalis senior Tempo yang sekaligus menjabat Koordinator Divisi Etik AJI Surabaya tersebut menjelaskan bahwa saat ini terdapat indikasi-indikasi yang berujung pada upaya pembungkaman kembali terhadap media massa serta pelaku media dari berbagai sisi. Menurut pengamatannya, ancaman pembungkaman kritik yang membayangi pers maupun perseorangan tersebut pertama muncul dari sisi regulasi, dengan adanya UU ITE serta baru-baru ini RKUHP dan UU MD3. Pengalaman Kukuh di lapangan menunjukkan bahwa seringkali oknum-oknum yang tidak menyukai kritik terhadapnya menggunakan celah dalam UU ITE untuk mengkriminalisasi para wartawan tersebut. Tidak mengherankan apabila RKUHP dan UU MD3 mendapatkan penolakan yang cukup kuat.

Tidak hanya dari sisi regulasi, menurut Kukuh, ancaman terhadap wartawan juga datang dari persekusi oleh kelompok massa tertentu yang tidak suka dengan kritik atau berita yang dibuat. Padahal ada peraturan perundang-undangan yang melindungi tugas jurnalistik serta menyediakan mekanisme hukum tersendiri untuk menguji kebenaran suatu berita. Selain itu, ancaman juga datang justru dari internal media massa itu sendiri terutama menjelang tahun politik. Perlu diketahui bahwa partisipasi beberapa petinggi perusahaan media dalam partai politik menimbulkan dilema tersendiri bagi para jurnalis yang bekerja di media-media tersebut. Mereka dihadapkan pada dilema antara menjaga prinsip utama independensi namun berisiko kehilangan mata pencaharian, atau tetap bekerja namun dengan terpaksa mengikuti “arah” dari media tempat mereka bekerja, yang tak jarang berafiliasi dengan partai politik tertentu.

Setelah mendengarkan poin-poin penjelasan dari narasumber, diskusi berlangsung dengan membahas fenomena-fenomena jurnalistik yang berkaitan dengan media daring saat ini. Hal-hal yang dibahas meliputi persoalan fake news, hoax, kredibilitas berita maupun media yang memproduksinya, hingga tips-tips untuk memilah berita secara objektif dan batasan untuk berekspresi di media sosial.

Seusai diskusi sesi pertama tersebut, acara dilanjutkan dengan ishoma sebelum menuju ke sesi berikutnya. Tema yang dibahas dalam sesi kedua adalah mengenai keamanan dasar dunia digital.

Kathleen Azali, selaku pendiri PERIN+1S – C2O dan relawan SAFEnet, menjelaskan tentang pentingnya kesadaran dan wawasan mengenai keamanan ketika berekspresi di internet atau media sosial, terutama menjelang tahun politik 2018-2019 yang notabene berpotensi besar maraknya kampanye hitam, hoax, maupun ujaran kebencian.

A chain is only as strong as its weakest link. Computer security relies on a great number of links, hardware, software and something else altogether: people.

Keamanan dasar tersebut berupaya untuk melindungi, atau paling tidak mencegah, agar data pribadi kita tidak disalahgunakan. Tentang keamanan digital sendiri, ujar Kathleen, masih banyak orang yang beranggapan bahwa isu keamanan digital semata hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian IT khusus nan rumit. Padahal tiap orang memiliki kebutuhan dan solusi keamanan yang berbeda, dan ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah data-data kita disalahgunakan. Tentu, perlu diingat juga bahwa tidak ada sistem yang tidak dapat dibobol.

Mengasosiasikan digital security melulu pada hacking dan hal “teknis” seperti encryption, zero days, XSS, dan surveillance NSA ibaratnya membatasi isu kesehatan pada kemoterapi kanker, lupus, dan HIV tanpa meningkatkan praktek dasar untuk menjaga kesehatan seperti cuci tangan, sikat gigi, atau vaksinasi.

Praktik yang pertama adalah memeriksa data pribadi kita yang tersebar di internet. Kita dapat memasukkan kata kunci nama kita sendiri di Google, atau web lainnya seperti pipl.com, peekyou.com, WHOIS, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk melihat bagaimana persebaran data kita di internet; apabila data kita tersebar dalam jumlah banyak maka semakin mudah profil kita dibangun ketika kita ditarget, dan semakin besar kemungkinan data tersebut untuk disalahgunakan, untuk manipulasi psikologis misalnya. Berikutnya kita dapat memeriksa setelan privasi dan keamanan perangkat yang sering digunakan, seperti Facebook, Google, iPhone, atau Android.

Untuk membatasi pertukaran data pribadi kita, dapat juga menggunakan berbagai browser untuk kebutuhan yang berbeda, atau menggunakan private mode. Contoh pertukaran data pribadi yang dimaksud adalah ketika kita menjumpai iklan-iklan di browser semakin memahami kebiasaan atau kebutuhan diri kita. Informasi mengenai iklan tersebut dapat berasal dari jejak-jejak data yang tertinggal ketika kita berbelanja di situs online.

Dalam membuat kata kunci atau password usahakan agar sedikitnya terdiri atas 12 karakter yang tersusun dari gabungan berbagai kata, simbol, angka, serta huruf kapital. Usahakan membuat password yang berbeda untuk tiap perangkat. Selain itu, aktifkan pula fitur two-factor authentication (2FA) yang biasanya ada di setelan keamanan & privasi perangkat yang digunakan. Namun perlu diingat bahwa fitur 2FA yang berbasis SMS masih bisa disadap.

Kita patut juga untuk mewaspadai phising yang berupaya untuk mencuri data kita dengan cara mengklik link, membuka dokumen, meng-install software dalam perangkat kita, atau menipu kita dengan laman situs palsu yang terlihat mirip seperti aslinya. Bahkan dapat juga dengan mencari informasi kita terlebih dahulu, kemudian mengirim email yang ditujukan langsung pada target tertentu.

Upaya perlindungan selanjutnya adalah meng-install anti-virus untuk menangkis malware pada umumnya. Tentu, anti-virus bukan jaminan. Kaspersky, misalnya, malah didapati terlibat dalam skandal proses mata-mata Rusia untuk pemilu di Amerika. Namun untuk kebutuhan sehari-hari, anti-virus cukup berguna. Pastikan bahwa anti-virus yang digunakan selalu di-update. Selain anti-virus, pastikan juga untuk meng-update software atau OS yang digunakan. Terakhir, kita dapat menggunakan fitur enkripsi untuk melindungi data-data sensitif yang rentan untuk diserang atau dicuri.

Dalam sesi kedua ini, narasumber memberikan kesempatan bagi peserta untuk mencoba langkah-langkah tersebut di atas sebelum melanjutkannya ke diskusi. Setelah diskusi singkat, Kathleen mengingatkan kembali bahwa keamanan merupakan proses dan tradeoff yang cukup menyita sumber daya. Sumber daya yang dimaksud antara lain waktu (login jadi lebih lama), kemudahan (harus mengingat banyak password), biaya (harus upgrade software dan kadang hardware-nya tidak lagi kuat), dan lain-lain. Pastikan agar sesuai dengan kebutuhan kita serta matang dalam mempertimbangkan konsekuensinya agar tidak menjadi beban yang menghambat kelak.

Materi workshop dapat diunduh di sini

Demikian rangkaian kegiatan workshop yang digelar di C 2 O Library & Collabtive Surabaya. Mengenai panduan keamanan digital lebih lanjut bisa melihat beberapa daftar panduan yang ditujukan seperti di SAFEnet, ICT Watch, Internet Sehat, situs Literasi Digital oleh Kemenkominfo atau artikel Current Digital Security Resources oleh Martin Shelton. Instagram PERIN+1S juga secara berkala membahas dampak informasi dan teknologi, tidak hanya pada kemanan, pikiran, tapi juga pada pola kerja dan hidup. Yuk, cari tahu cara-cara internetan yang aman biar internetan zaman now lebih nyaman.

Versi awal artikel ini telah diterbitkan di SAFEnet.

Leave a Reply