Detail Cantuman Kembali

XML

Kuasa-Kata : Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia


Salah Satu Karya Penting
Tulisan diawali dengan pengantar panjang yang berupa pendahuluan berisi tentang latar belakang budaya penulis. B. Anderson adalah orang Inggris yang memiliki darah campuran Inggris dan Irlandia, sementara ibu adalah keluarga yang telah lama aktif dalam politik nasional Irlandia. Catatan-catatan perjalanan hidup B. Anderson dengan pertemuan berbagai budaya Inggris, Irlandia, China (tempat orang tuanya bertugas) Myamar dan Amerika (tempat penulis bekerja sebagai dosen), sengaja diceritakan kepada pembaca agar pembaca dapat memahami bahwa kerangka berfikir barat yang dimiliki penulis, akan serta merta mewarnai tafsir penulis mengenai budaya politik di Indonesia. Perbandingan antara tulisan-tulisan barat dengan data-data yang didapatkan di Indonesia yang menjadi sumber tafsir dalam buku ini.
Budaya Jawa dalam pandangan B. Anderson adalah Indonesia secara nasional. Hal itu dikarenakan bahwa jumlah penduduk Jawa paling besar dibanding penduduk di luar Jawa, sebagian besar tokoh-tokoh politik nasional baik pada masa pergerakan maupun kemerdekaan (orde lama dan orde baru) adalah berasal dari Jawa. B. Anderson berhasil membuktikan bagaimana budaya tradisional Jawa memiliki teori politik yang menawarkan suatu penjabaran logis dan sistematis tettang prilaku politik yang cukup independen dari perspektif poliik modern yang memiliki perbedaan secara mendasar (hal. 38).
Konstruksi buku terdiri dari tiga bagian (dimana memiliki beberapa bab tersendiri), yaitu bagian pertama, membahas tentang Kuasa dalam budaya jawa, defenisi kuasa yang dimaknai berdasarakan pandangan budaya tradisional jawa, perbedaan konsep barat mengenai power dengan Kuasa yang didefenisikan oleh dalam pandangan tradisional Jawa. Berdasarkan konsep barat kontemporer kekuasaan merupakan suatu abstraksi yang didedukasikan dari pola-pola interaksi sosial yang teramati; kekuasaan dipercaya sebagai sesuatu yang diturunkan dari berbagai sumber; kekuasaan sama sekali bukanlah sesuatu yang membatasi dirinya; dan secara moral ia ambigu (hal. 46). Sedangkan orang Jawa memandang kekuasaan sebagai suatu yang nyata, homogen, jumlah keseruhan tetap, dan tanpa implikasi moral yang inhern dan kata Kuasa diawali dengan huruf besar untuk dipergunakan lebih dalam makna jawanya daripada eropa (hal. 49).
Bagian kedua membahas mengenai kata, dimana bahasa menjadi kata yang penting dalam kontruksi politik di Indonesia pada masa orde lama dan orde baru. Pada bagian ini penulis ingin menunjukkan bagaimana bahasa Melayu evolusioner mengawali misi menertibkan dan menyatukan kosakata birokrasi kolonial, kosakata sosial-demokrat barat, kosakata nasionalis-revolusioner dan kosakata tradisi Jawa (hal. 270). Bagian ketiga membahas mengenai kesadaran yang melandasi konstruksi kesadaran mengenai negara bangsa Indonesia, mulai dari periode tradisional Jawa, masa kolonial, masa kemerdekaan dibawah orde lama dan orde baru. Di sini penulis mencoba memaparkan bagaimana kesadaran yang dibentuk oleh budaya tradisional Jawa kemudian mewarnai prilaku para tokoh-tokoh politik dalam perpolitikan nasional.
Setiap bab dalam buku ini merupakan bagian yang berdiri sendiri dengan pembahasan yang memilki konteks yang terlepas dari bab sebelumnya atau bagian sebelumnya. Setiap bab merupakan artikel yang pernah dipublikasikan secara terpisah, sehingga penulisan setiap bagian yang terdiri dari bab-bab, berbeda-beda misalnya bagian pertama tentang Kuasa ditutup dengan kesimpulan, sedangkan bagian berikutnya tidak memiliki kesimpulan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap bagian dalam tulisan ini membahas persoalan yang berbeda-beda. Meskipun demikian namun keterkaitan antara ketiga bagian dalam buku ini yaitu Kuasa, kata dan kesadaran akan dijadikan rangkaian penjelasan mengenai keterkaitan antara budaya tradisional Jawa dengan politik nasional Indonesia.
Sumber data dalam tulisan ini sangat bervariasi berupa buku (tulisan kepustakaan ataupun karya sastra) yang terdiri dari dua jenis, yaitu tulisan-tulisan yang ditulis oleh sarjana barat baik yang secara teoritik maupun hasil-hasil penelitian di Indoensia dan tulisan-tulisan pribumi yang membahas tentang budaya Jawa, data mengenai cerita-cerita atau kisah-kisah pewayangan, data mengenai naskah-naskah pidato presiden Soekarno, data-data berupa komik, data-data berupa puisi, data berupa hasil pengamatan terhadap peistiwa-peristiwa yang terjadi, dan data hasil wawancara mendalam dengan berbagai informan.
Kekurangan buku ini diakui oleh penulis yang pertama yaitu diakibatkan karena sumber data yang berupa karya satra klasik Indonesia berbeda dengan karya-karya dari India dan Cina, tidak memiliki penjabaran secara menyeluruh tentang teori politik pribumi. Sehingga rekonstruksi teori harus disarikan dari sumber sejarah yang berserak yang kemudian disintesakan dengan penggalan-penggalan wawasan yang didapat dari pengalaman lapangan. Kedua yaitu berpangkal dari yang pertama: ketiadaan jabaran sistematis tentang teori politik dalam literatur klasik Indonesia telah mendukung anggapan bahwa suatu teori, betapapun tersiratnya, tidak pernah ada, dan dengan demikian menghalagi timbulnya suatu kesadaran terhadap kesalinghubungan dan logika konsep politik tradisonal. Hal ini akan menghambat analisis dan evaluasi terhadap pengaruh konsepsi tersebut pada prilaku politik masa kini, sehingga terdapat kecendrungan untuk memilih unsur-unsur budaya tradisional yang terpisah dan menghubungkannya dengan cara yang semena-mena dan dalam lingkup yang terbatas dengan aspek tertentu dalam politik masa kini.
959.8 AND Kua
979947101X
NONE
Book - Paperback
Indonesian
Matabangsa
1990
Yogyakarta
LOADING LIST...
LOADING LIST...