Detail Cantuman
Advanced SearchBook - Paperback
Max Havelaar
Review oleh Nanto Sriyanto
nanto sriyanto
Jan 23, 2008
nanto sriyanto rated it: 5 of 5 stars (review of other edition)
bookshelves: a-must-read-book-for-me, buku-dan-film, history-and-sociology, nant-s-book, novel
Ini buku bagus yang terlebih dulu saya nonton filmnya. Termasuk salah satu buku yang kemudian memunculkan kritik pedas terhadap kolonialisme di Hindia Belanda (lihat buku Robert Nieuwenhuys (ed.) �Bianglala Sastra� yang di-Indonesia-kan oleh Dick Hartoko, atau judul Inggrisnya Mirror of the Indies). Pengarangnya menggunakan nama pena Multatuli (He who has suffered much) atau nama aslinya Eduard Douwes Dekker. Masih ada hubungan darah dengan pahlawan nasional D. Setiabudi, bahkan kerap disa...more Ini buku bagus yang terlebih dulu saya nonton filmnya. Termasuk salah satu buku yang kemudian memunculkan kritik pedas terhadap kolonialisme di Hindia Belanda (lihat buku Robert Nieuwenhuys (ed.) �Bianglala Sastra� yang di-Indonesia-kan oleh Dick Hartoko, atau judul Inggrisnya Mirror of the Indies). Pengarangnya menggunakan nama pena Multatuli (He who has suffered much) atau nama aslinya Eduard Douwes Dekker. Masih ada hubungan darah dengan pahlawan nasional D. Setiabudi, bahkan kerap disalahsangkai sebagai orang yang sama.
Saya punya buku yang warna biru dengan harga, Rp 2.000,- pada tahun 2001 ato 2002 di Gramedia Kebon Nanas Tangerang. Harganya itu bikin saya senyum sampai sekarang, karena tidak berapa lama setelah saya beli dikeluarkan edisi baru dengan harga Rp 35.000,-. Bayangkan kenaikannya...lebih dari 1000%.
Isi bukunya sendiri dengan pengantar dari HB Jasin cukup membantu memahami suasana kolonial pada saat itu, bahkan pada praktek kastanisasi yang berlangsung pada orang kulit putih. Sesama orang kulit putih yang terbilang lama tinggal di Hindia Belanda dan secara ekonomi kurang beruntung maka kasta sosialnya akan turun. Hal ini karena menurut adab bahasa mereka akan lebih rendah dibandingkan kaum totok yang tutur katanya masih lebih kental nuansa Belanda Eropa sana. Di dalam buku ini terselip puisi dari kisah Saijah dan Adinda yang merupakan bagian dari cerita Max Havelaar. Puisinya sendiri menggambarkan kegetiran kisah dua anak muda dari Lebak. Lain waktu saya kutipkan di sini. Hal lain yang menarik dari buku ini adalah, buku ini menggunakan tiga penutur. Max Havelaar sebagai seorang yang jadi 'gembel' setelah idealismenya 'kalah' atas politik kolonial yang tinggal di flat murah di amsterdam berbekal naskah tentang kopi yang kemudian bertemu; Saudagar Kopi yang nafas hidupnya adalah sinisme dan rasionalitas pragmatis najis melkidis (wualah opo meneh ki?) ala kaum pedagang, dan Asisten Saudagar Kopi yang berbangsa Jerman yang mewakili idealisme naif kaum muda. Ketiganya memiliki karakter yang berbeda dan menggambarkan suasana dan cerita yang berbeda. Salah satu bagian yang saya ingat adalah sinisme Saudagar Kopi terhadap bahasa latin, �Kenapa untuk mengungkapkan kebenaran harus menggunakan bahasa asing!!?!?!?!?!� Saya tertawa geli dengan keluhan itu mengingat kultur belajar waktu itu di universitas di Eropa mensyaratkan kemampuan bahasa latin bagi mahasiswanya. Si saudagar nampaknya ada masalah dengan bahasa latin...
Buku ini juga mengundang resensi dari Pramoedya Ananta Toer pada NY Times edisi Milenium tanggal 18 April 1999. Alamat url yang bisa dilacak di situs NY Times atau di sini. Artikel Pram yang mengulas buku ini diberi judul, 'The Book that Killed Colonialism'. Tentang Kolonialisme Eropa di dunia dan Indonesia, Pram menulis, '...wasn't the world colonized by Europe because of Indonesia's Spice Islands? One could say that it was Indonesia's destiny to initiate the decolonization process.� Sedangkan mengenai tulisan di NY Times itu sendiri Pram menuliskan sebaris kalimat untuk Multatuli, �To Multatuli � Eduard Douwes Dekker whose work sparked this process, this world owes a great debt.�
Saya sendiri cuma ingat satu andaian yang entah saya baca atau terinspirasi dari mana, 'kiranya Eduard Douwes Dekker (Multatuli) datang kembali ke Lebak saat ini, mungkin dia sempat berpikir dan berujar, 'kiranya roda waktu tidak berputar di tempat ini!''
Ketersediaan
| 4083 | C2O library & collabtive (Anthropology; Social Science) | Tersedia |
Informasi Detil
| Judul Seri |
-
|
|---|---|
| No. Panggil |
F MUL Max
|
| Penerbit | Narasi : ., 2008 |
| Deskripsi Fisik |
396
|
| Bahasa | |
| ISBN/ISSN |
9791680884
|
| Klasifikasi |
Indonesia
|
| Tipe Isi |
-
|
| Tipe Media |
-
|
|---|---|
| Tipe Pembawa |
-
|
| Edisi |
[cet. ke 2].
|
| Subyek |
-
|
| Info Detil Spesifik |
-
|
| Pernyataan Tanggungjawab |
Translation of: Max Havelaar, of, de koffieveilingen der Nederlandsche Handelmaatschappij.
Gift from Anitha Silvia
|
Versi lain/terkait
Tidak tersedia versi lain






