Apa bagaimana isi garis besar [sinopsis] roman menarik berlatar sejarah berbagai negeri Asia , termasuk Indonesia ini?








Cerita Catherine menuturkan kisah Emilie, seorang perempuan muda Perancis yang penuh semangat dan idealis, dididik di kalangan keluarga elite dan kosmopolitan di kota Bordeaux. Perjalanan hidup membawanya pada awal abad ke-XX sampai ke Hindia Timur ketika ia nikah dengan Lucien, seorang perwira Perancis yang bekerja pada bagian keamanan pemerintahan kolonalis Belanda di Batavia, ibukota Jawa.. . dengan tugas selain untuk membantu penduduk asli,ia juga berkewajiban menjaga ketertiban umum dari ancaman pemberontakan dan keresahan sosial serta campur tangan asing.








Roman 'Emilie Java 1904' ditulis oleh Catherine dengan latarbelakang sejarah di tahun 1904. Pada waktu itu, Eropa berada dalam keadaan pancaroba, penuh perobahan oleh pengaruh kekuatan progresif. Sedangkan berbagai negeri Asia mulai bangkit melawan imperialisme Kulit Putih,mencari jatidiri mereka. Di Jawa di bawah kekuasaan kaum kolonialis Belanda , politik 'tenaga paksa' mengendor oleh tekanan para anggota parlemen progresif di Den Haag sehingga'politik etis' terpaksa dijalankan terhadap penduduk bumiputera. Di bawah yang disebut 'politik etis' ini kepada penduduk bumiputera diberikan pendidikan dan masalah-masalah hygiene. Demikian Catherine memulai sinopsis romannya yang diberikan kepada tivi Singapura.





Tentu saja pengertian 'progresif' dan penefasiran tentang 'politik etis' seperti di atas adalah pendapat Catherine yang bisa diperdebatkan tapi bukan tujuan catatan ini.








Tokoh 'humanis' seperti Direktur Pendidikan Belanda Abendanon dan R.A Kartini, berjuang sejalan dengan 'politik etis' ini. Diberikannya pendidikan atau tidak kepada penduduk bumiputera Hindia Belanda telah menimbul pergulatanintern di kalangan kaum kolonialis. Yang menolak kebijakan ini, melihat bahwa pendidikan akan mendorong pemberontakan di kalangan penduduk bumiputeradan membahayakan posisi kaum kolonial. Di alur pergulatan sejarah inilah Emilie hidup dan mengalami perobahan demi perobahan baik dalam pikiran, perasaan dan tak terhindarkan kepada sikapnya.





Dari latarbelakang ini nampak jelas bahwa roman karya Catherine kental dengan latar belakang sejarah politik Hindia Belanda, Negeri Belanda dan negeri-negeri Asia seputar Hindia Belanda yang kemudian bernama Indonesia.





Yang juga tidak kalah menarik dari roman Catherine ini yaitu bahwa Catherine melukiskan pikiran, perasaan dan sikap tokoh utamanya, Emilie sangat ditentukan oleh keadaan sosial pada di mana Emilie hidup. Aku tidak tahu apakahCatherine membaca Hegel dan kemudian terpengaruh. Untuk lebih persis menjawab pertanyaan ini perlu dilakukan kajian khusus atau lebih lanjut terhadapCatherine sebagai penulis. Tapi dari apa yang dilakukan oleh Catherine nampak betapa peranan pengetahuan teoritis dalam pekerjaan cipta-mencipta. Bahwa sastra-seni bukan sebatas persoalan emosi.








Dari segi pikiran, Emilie memang mewakili perkembangan zaman, terutama ide-ide dan nilai-nilai yang melahirkan Repulik Pertancis yang masih muda pada waktu itu. Oleh ayahnya, Emilie dididik untuk mencintai keadaan sosial. Di bawah asuhan demikian, Emilie memimpikan akan negeri-negeri negeri-negeri lain yang jauh yang terenggut dari kebudayaan dan pendidikan. Dari mimpi inikemudian ia membayangkan misi-misi mulia pemanusiawiaan. Pada mulanya ia melihat secara naif bahwa kaum kolonial semestinya justru mengemban misi pebudayaan. Ketika Lucien, suaminya, ditempatkan di Jawa yang terpencil [pada waktu itu],Emilie tentu saja turut serta. Kepergian Lucien ke Jawa diharapkan guna membantu kelancaran masa transisi memasuki pelaksanaan 'politik etis' sebagai politik baru pemerintah kolonial. Kesempatan ini bagi Emilie pribadi seperti 'pucuk dicinta ulam tiba'. Mimpi masa remajanya menjadi kenyataan.








Sebelum berangkat ke Jawa, di Leiden, Emilie dan Lucien belajar tentang Islam, adat-istiadat Jawa, Qur'ann, bahasa Melayu, ilmu botani, di mana ia bertemu dengan orang-orang dari Hindia Belanda [Indonesia] dan Indo Belanda-Jawa. Dengan mereka-mereka inilah Emilie berdiskusi tentang isu-isu negeri kolonial. Melalui diskusi-diskusi inilah Emilie mendapat banyak masukan yang meningkatkan kegairahannya.








Dari persiapan-persiapan ini, kita bisa melihat betapa ilmu-ilmu sosial, sekali pun sebagai ilmu merupakan sesuatu hal yang obyektif, tapi data-data obyektif ini pulalah yang kemudian digunakan oleh kaum kolonial guna melaksanakan kolonialismenya sebagaimana mereka menggunakan hasil penelitian Snouck Hurgronje untuk memadamkan perlawanan rakyat Aceh pada 1874.








Setelah masa persiapan ini selesai, Lucien dan Emilie dengan menumpang kapal laut dari pelabuhan Marseille, melalui Terusan Suez menuju Singapura, bergabung dengan kekuatan 'pasifikasi' alias penumpasan Pemberontakan patriotik kaum Boxer di Tiongkok, melawan arus kebangkitan Asia menentang kekuatan kolonialias Kulit Putih di menyusul kemenangan Jepang melawan Tsar Russia.








Lagi-lagi nampak betapa ilmu-ilmu sosial, khususnya sejarah, sosiologi, politik, membantu Catherine dalam kerja penciptaan. Istilah-istilah ilmu politik, pskhologi, filsafat, sekalipun bersifat kolonial seperti 'pasifikasi', 'politik etis', 'progresif', 'humanis', dan lain-lain, mewarnai karyanya. Dari sini aku melihat betapa Catherine melanjutkan tradisi sastrawan-sastrawan besar dunia dalam berkarya. Catherine sebagai penulis perempuan tidakmengeksploitasi masalah seks dalam karyanya yang penuh engangement. Membaca karya Catherine sekaligus kita belajar sejarah, sosiologi, dan politik, serta psikhologi.











Paris, Oktober 2004.


-------------------


JJ.KUSNI