Detail Cantuman
Advanced SearchBook - Paperback
30 Hari Keliling Sumatra
Bukan karena dia seorang perempuan maka saya memandangnya istimewa. Bukan pula karena ia hanya habis 3,4 juta rupiah ketika bertualang 30 hari keliling Sumatra.
Ketika menjalani 40 hari keliling Sumatra, saya habiskan hanya 4 juta rupiah. Pun tidak istimewa, mengingat di sepanjang perjalanan saya menerima limpahan kemurahan kerabat dan sahabat yang memberi tiket perjalanan sampai mentraktir hotel. Atau perjalanan di tahun 1999 kalau tak salah, 2 bulan keliling Sumatra Bagian Selatan dimulai dengan isi dompet hanya 8000 perak, sisanya� cari di jalan.
Kawan saya, saya pandang istimewa ketika ia melakukan hal �sederhana� tapi tak mampu saya lakukan. Sembari berjalan, dia mencatat Sumatra. Catatan bergaya dan sudut pandang berbeda dengan para pejalan lain. Dia �mengumpulkan remah cerita kaum jelata�. Seperti apa? Yang pasti berbeda dengan artikel perjalanan tentang kuliner, pemandangan alam, bahkan dari apa yang termuat di Lonely Planet. Catatan perjalanan yang juga etnografi. Etnografi itu apa bisa dibaca di catatan Ouda Saija; Dari Ngompasiana ke Buku Mikro-ethnografi
Sebagai contoh, kunjungannya ke Pariaman bertepatan dengan pernikahan sahabatnya, melahirkan tulisan tentang budaya �beli-mempelai-lelaki� sebagai sebuah budaya yang berkearifan. Catatan yang saya kira berhasil merekonstruksi pandangan yang pada saat informasi tentang ini dipahami sepotong, maka budaya �harga lelaki� adalah sesuatu yang konyol.
Atau satu tulisan jelang perjalanan berakhir. Saat kawan ini naik kereta api dari Prabumulih tuju Tanjungkarang. Ia catatkan betapa manusia kalah harga ketimbang batubara. Saban kereta penumpang berlintasan dengan kereta babaranjang (batubara rangkaian panjang), kereta penumpanglah yang berhenti. Menyilakan kereta babaranjang melaju tanpa halang. Catatan ini dilengkapi dengan sejarah eksploitasi batubara di nusantara, dan data-data mutakhir perkeretaapian di wilayah Sumbagsel.
Keping-keping kenangan selama dia menjelajahi Sumatra pernah disajikan di kompasiana. Sekadar bayangan bagaimana catatan sang pejalan bisa dibaca di blog pribadinya, othervisions.
Saya kira, akan ada yang setuju bila saya katakan, apa yang ia catatkan �tentang Sumatra�, berhasil membuat seorang demi seorang Sumatra� merasa kagum dan iri dalam satu waktu.
Selama perjalanan, terhitung sejak dia mengutara meninggalkan Sumatra Barat, kami cukup intens berdiskusi jarak jauh. Berdiskusi tentang ide liputan, referensi pelengkap, hingga narasumber yang bisa sambangi selama perjalanan.
Ketika perjalanannya berakhir, separuh catatan belum rampung. Saya menawarkan pesembunyian saya, Cijapun, sebagai tempat dia merampungkan catatan. Dengan tawaran, barangkali saya bisa melengkapi data yang ia butuhkan.
Maka, dua pekan ia menjadi tamu keluarga Cijapun. Selama itu dia konsentrasi dengan proyeknya, saya sibuk dengan urusan kebun. Menghormati privasi dan sisi pribadi satu sama lain. Diskusi dan obrol kecil di waktu luang di antara kesibukan masing-masing.
Ketenggelamannya pada catatan perjalanan, mengingatkan saya pada satu penulis yang belum banyak saya baca. Seorang perancis yang pengelana dan juga penulis, Marguerite Yourcenar. Bedanya, Yourcenar berburu dongeng, dang kawan berburu remah jelata yang kadang sesekali berarti mengutuk kelucuan sejarah.
Tapi keduanya, adalah pejalan yang tak semata-mata pejalan.###
Ketersediaan
| 4647 | 9000 | C2O library & collabtive ((Auto) biography & Memoir; Art & Design; History &) | Tersedia |
Informasi Detil
| Judul Seri |
-
|
|---|---|
| No. Panggil |
959.81 AMH 30h
|
| Penerbit | Self-publishing : ., 2011 |
| Deskripsi Fisik |
201
|
| Bahasa | |
| ISBN/ISSN |
-
|
| Klasifikasi |
Indonesia
|
| Tipe Isi |
-
|
| Tipe Media |
-
|
|---|---|
| Tipe Pembawa |
-
|
| Edisi |
-
|
| Subyek |
-
|
| Info Detil Spesifik |
-
|
| Pernyataan Tanggungjawab |
-
|
Versi lain/terkait
Tidak tersedia versi lain






