Site icon C2O library & collabtive

Bon Suwung (Gunawan Maryanto)

bonsuwung

Antologi Cerpen | INSISTPress | 2005 | 152pp

Satu antologi cerpen yang mengajak kita masuk dalam suatu dunia asing yang kental dengan bisikan retorika dan alusi puitik. Gunawan Maryanto mengolah cerita-ceritanya berdasarkan teks yang sudah ada sebelumnya, misalnya: Jangan bilang-bilang kala diangkat dari Murwakala dan Ruwatan dalam serat Centhini, Serat Padi dari Serat Canyos Dewi Sri, dll. Maryanto memberi penjelasan mengenai teks-teks lama tersebut dalam catatan akhirnya, yang serunya dapat menjadi cerita baru pula, sekaligus tetap menjadi bagian tak terpisahkan. Bukan hanya sekedar catatan akhir yang dingin, sekedar ditempelkan sebagai informasi teksnya.

Aku pingin crita, dawa
Nanging apa kowe kuwawa?
Aku kuwawa?

Diawali dengan puisi di atas, pembaca diajak bermain-main dalam dunia pikiran dan bahasa Maryanto. Permainan dan persilangan dikemas apik dalam “dunia” Bon Suwung: karakter-karakter datang dan pergi dari cerita satu ke cerita lain, peristiwa-peristiwa saling menyapa dan bersilangan. Ada repetisi-repetisi menonjol dalam antologi ini yang—kalau saya boleh bilang—mengingatkan saya pada tulisan-tulisan Borges (boleh coba Sejarah Aib yang sudah diterjermahkan dalam bahasa Indonesia oleh LKiS). Keasyikan dalam memainkan elemen-elemen teks, yang terus dipilah-pilah dan diolah, entah secara kebetulan ataupun sengaja, untuk menciptakan variasi-variasi baru yang pada akhirnya juga memperkaya dunia teks-teks sebelumnya.

Bon Suwung sendiri adalah satu cerpen dari antologi ini yang ditulis dalam dua versi: bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. (Saya juga pernah membaca cerpen berjudul Kebon Suwung di Kompas tahun 1970an tentang pasangan suami istri yang kesusahan sehingga sang istri harus menjual diri, ee… malah mati diperkosa.)

Salah satu tambahan koleksi buku sastra Indonesia kontemporer di C2O yang paling saya nikmati. Juga dijual dengan harga diskon Rp.20.000.

Exit mobile version