Hari Minggu (21/10) yang biasa dimanfaatkan untuk tidur panjang dan bermalas-malasan, kali ini dimanfaatkan oleh komunitas Manic Street Walker (MSW) untuk melakukan trip singkat di daerah Peneleh, Surabaya. Bagi sebagian besar masyarakat Surabaya, berjalan kaki merupakan salah satu aktivitas yang paling dihindari, terlebih jika harus bangun pagi. Tapi para peserta MSW sudah berkumpul di taman Baliwerti pukul 06.00 WIB dengan semangat membara. Rawr!
MSW kali ini diikuti oleh Cateleen, Ruth, Inggid, Amal, Verl, Nita, dan Firman. Tidak perlu banyak orang untuk bisa menikmati keindahan eksotis Surabaya. Cukup dengan segelintir orang yang memiliki minat untuk berjalan kaki dan menyusuri sisi-sisi lain kota ini, sudah menguatkan esensi MSW kali ini.
Terdapat banyak fakta unik yang tertangkap mata pejalan dan mata lensa kamera, di antaranya :
1. Ornamen Rumah
Di kampung Peneleh, terdapat rumah-rumah yang masih terjaga nilai sejarahnya. Hal ini dapat dilihat dari model bangunan rumah yang belum banyak direnovasi, sehingga model rumahnya masih orisinil.
Rumah tersebut dianggap sebagai rumah yang pernah ditinggali oleh Soekarno dan Keluarganya ketika berada di Surabaya. Sayang rumah ini masih menjadi milik pribadi, jadi para pengunjung tidak diperkenankan untuk masuk dan melihat-lihat ornamen yang ada di dalam.
Terletak di samping rumah keluarga Soekarno. Brangang sendiri merupakan sekat yang berupa tembok pemisah antara satu rumah dengan rumah lain. Brangang berfungsi sebagai penghalang ketika terjadi kebakaran. Jadi api tidak cepat merambat ke rumah-rumah lain. Hal ini jarang ditemui di rumah-rumah minimalis jaman sekarang. Padahal hal ini berfungsi sebagai salah satu bentuk pengamanan. Rumah kekinian cenderung mepet-mepet jaraknya dengan satu sama lain, mungkin maksudnya hemat tanah.
Masih terdapat rumah-rumah kuno yang memiliki atap berbentuk limas. Karena Indonesia dikenal sebagai negara bercurah hujan tinggi, maka atap ini digunakan. Dengan menggunakan atap limas, air hujan bisa langsung jatuh ke tanah, sehingga konstruksi bangunan tidak rusak karena air hujan. Bandingkan dengan rumah-rumah jaman sekarang. Banyak yang tidak punya atap, hanya menggunakan beton. :3
Dua gambar di atas menunjukkan tentang prulalitas kependudukan di sekitar kampung Peneleh. Warga yang beragama Islam, Tionghoa, dan Hindu hidup saling bertetangga dan bangga dengan ornamen masing-masing yang biasanya diletakkan di depan rumah. Hal ini menunjukkan tentang budaya ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang diterapkan dengan baik. Tidak banyak daerah yang memiliki penduduk yang beraneka ragam latar belakangnya, Peneleh salah satu tempat yang bisa menunjukkan kerukunan antar agama penduduknya.
Biasanya, makam dianggap sebagai tempat sakral yang dianggap angker. Lain halnya dengan kampung Peneleh. Makam dinggap sebagai tempat nongkrong. Karena sebenaranya kampung ini dulunya adalah area pemakaman, tapi karena ditinggali oleh penduduk, maka masih ada beberapa makam yang sengaja tetap dipelihara. Terlihat beberapa ibu yang menikmati cahaya pagi dengan duduk-duduk di sekitar makam.
HOS Cokroaminoto dianggap sebagai Bapaknya Bapak Negara. Karena di rumahnya, pernah tinggal proklamator Indonesia, yakni Ir. Soekarno. Ketika remaja, Soekarno pernah menjadi anak kos dari HOS Cokroaminoto. Di rumah inilah banyak dirundingkan tentang nasib Bangsa Indonesia.
Di sinilah, para perumus negara berunding untuk menentukan nasib Bangsa Indonesia. Di sebuh loteng yang kira-kira hanya berukuran 4×6 meter dan cukup pengap karena bersentuhan langsung dengan atap. Dibandingkan sekarang, ruang perkuliahan yang cukup luas, dilengkapi dengan AC mestinya generasi muda lebih bisa memeras pikirannya untuk kemajuan Bangsa Indonesia.
2. Makam Peneleh
Merupakan makam orang-orang Eropa yang sempat tinggal di Indonesia ketika jaman penjajahan Belanda. Ornamen nisan yang megah khas Eropa, sayang tidak dirawat dengan baik, sehingga tampak usang dan kumuh.
Makam yang berdempetan dengan rumah penduduk dan kurangnya peraturan yang jelas dari pemerintah, membuat penduduk melakukan hal-hal yang dianggap menguntungkan di areal makam. Salah satunya dengan memanfaatkan atap nisan untuk tempat jemuran. -____-“ apa kata dunia?
Tidak hanya satu atau dua makam yang berlubang di areal pemakaman Peneleh. Entah karena jenazah sudah dipindahkan ke negera asal, atau terjadi aksi pencurian, atau bahkan malah karena tidak adanya bentuk perawatan, makam terkikis air hujan dan akhirnya bolong dengan jenazah yang tetap ada di dalamnya. :o *ngeri*
Makam Peneleh beralih fungsi menjadi taman bermain para kambing. Banyak kambing yang dibiarkan berkeliaran, mungkin tujuannya untuk makan rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar pemakaman. Tapi tetap saja, hal ini tidak enak untuk dipandang. Ditambah lagi, banyak ranjau yang dihasilkan kambing-kambing tersebut. Sehingga membuat tidak nyaman para pengunjung yang datang menyusuri makam.
Nah, semoga hal-hal di atas bisa membuat diri kita sebagai masyarakat dan pemerintah sebagai pengelola untuk bisa menjaga tradisi budaya Indonesia dengan baik. Anyway, thanks MSW sudah memberikan wadah dan acara yang bermanfaat, jadi kita bisa mengenal sisi lain dari Surabaya. Nggak cuma nge-mall dan nongkrong di kafe, tapi juga menelisik sisi sejarah kota ini. J (Verl)
Ikuti Storify kami di: