Saksi Mata

Buku ini dihadiahkan Pak Suparto Brata sendiri kepada C2O. Resensi kali ini ditulis oleh Antonio Carlos, salah satu pendiri SurabayaFood.com. Nantikan juga artikel mengenai kuliner Surabaya oleh Carlos dan ulasan buku Pak Brata lainnya!

Selama bulan November 2010, C2O bekerja sama dengan komunitas Surabaya Tempo Dulu, menampilkan ulasan-ulasan buku yang berkaitan dengan sejarah Surabaya, dengan tujuan “Membaca Kota Surabaya”: memperkenalkan dan membangkitkan semangat untuk menggali dan mengenal lebih jauh kota kita.  Bulan ini pun, STD memuat seri tulisan Pak Suparto Brata mengenai Surabaya zaman Jepang.  Mari, kenali sejarahmu!

Keterangan foto: Pak Suparto Brata menunjukkan koleksi buku di kamarnya saat C2O berkunjung. :)


Suparto Brata adalah salah satu penulis yang mengangkat berbagai kenangan masa lampau menjadi bagian dari karya-karyanya.  Hal ini tercermin dari novel Saksi Mata yang berlatar belakang masa penjajahan Jepang di kota Surabaya.  Terus terang tidak banyak karya sastra dengan latar belakang masa penjajahan Jepang dibandingkan dengan novel dengan latar belakang masa penjajahan Belanda. Yang sering adalah masa penjajahan Jepang hanya muncul sekilas diantara masa panjajahan Belanda dan masa kemerdekaan.  Selain itu karya sastra yang berlatar belakang masa penjajahan Jepang sering tampil dengan wajah yang muram, menggambarkan kesulitan yang amat terasa.  Dalam novel Saksi Mata kita tidak akan merasakan hal tersebut.  Tentu ada bagian-bagian dalam novel tersebut yang menceritakan tentang beberapa kesulitan dalam penghidupan sehari-hari karena toch masa yang menjadi latar belakang novel Saksi Mata memang masa yang sulit tetapi dengan mudah kita bisa merasa bahwa kesulitan penghidupan yang terjadi di dalam novel ini dapat terjadi kapan saja… (bandingkan dengan kumpulan cerpen karya Idrus yang juga memakai masa penjajahan Jepang sebagai latar belakang).

Saksi Mata menceritakan seorang pemuda pelajar sekolah menengah yang tanpa sengaja menjadi saksi mata ketika buliknya sedang bercinta dengan lelaki yang tidak dikenal. Berawal dari peristiwa inilah Kuntara (sang pemuda pelajar) terseret dalam rentetan peristiwa yang cukup menegangkan dan tentunya membingungkan bagi pemuda tanggung seusianya.  Walaupun banyak yang mengatakan bahwa gaya penulisan novel ini sederhana tetapi sesungguhnya konflik-konflik yang terjadi dalamnya sangat tidak sederhana. Sebagai contoh, konflik cinta yang rumit antara Kuntara sang keponakan dan bibinya yang  tampak platonik pada awalnya.  Dan konflik kepentingan antara Tuan Ichiro dengan Mas Wiradad yang memperebutkan Bulik Rum.  Terseretnya keluarga Suryohartanan ke dalam konflik kepentingan perwira Jepang yang berkuasa serta konflik pribadi diantara para tokoh-tokoh dalam cerita ini sungguh asyik untuk dibaca.  Menarik juga bahwa berbagai konflik yang terjadi akhirnya ditutup oleh sebuah peristiwa yang dramatis, action serta heroik

Saksi Mata. Penerbit: Kompas, 2002. No. Panggil: F BRA Sak

Dalam novel ini kita juga bisa melihat bahwa ternyata tindakan yang tampaknya heroik bagi orang lain atau banyak orang ternyata juga berawal dari kepentingan dan perhitungan yang sifatnya pribadi semata. Sebuah tindakan yang luar biasa ternyata bisa hanya dilandasi oleh rasa ingin membela harga diri atau kepentingan keluarga saja. Tetapi justru karena hal inilah maka tindakan kepahlawanan yang ditampilkan dalam novel Saksi Mata menjadi tampak manusiawi dan tampil apa adanya.

Sebagai penulis yang hidup di 3 zaman, Pak Suparto Brata mampu menangkap dengan tajam suasana dan hal-hal yang terjadi dalam tiap-tiap masa tersebut serta mampu mendeskripsikannya kembali juga dengan tajam dan bagus.  Daerah-daerah yang digambarkan dalam novel ini masih bisa ditelusuri keberadaannya hingga saat ini.  Pembaca tidak hanya sekedar berfantasi tentang apa yang terjadi dan dialami oleh para tokoh-tokoh dalam novel tersebut tetapi juga mampu membayangkan suasana jalan, rumah, atau kampung.  Bahkan suasana sunyinya kampung pada malam hari dapat ditampilkan oleh Pak Suparto Brata dengan baik.

Satu lagi yang menarik dari tulisan-tulisan karya Pak Suparto Brata: tokoh utama perempuan seringkali  digambarkan kenes alias genit tetapi penuh dengan harga diri.  Terasa gambaran perempuan yang kuat dan sadar akan keperempuanannya.  Aura sensualitas tampil dalam kemasan yang alamiah saja.  Tampak sensual tetapi tidak saru.

Baiklah… Selamat membaca novel Saksi Mata karya bapak Suparto Brata selengkapnya ;)

Email | Website | More by »

WADUK JATI LUHUR (wajah dukun namun jiwa dan hatinya luhur). Tjetjunguk petjinta makanan dan sedjarah.

Leave a Reply