Sore itu, Kamis tanggal 14, langit mulai bewarna kelam. Jam tangan sudah menunjukkan pukul 06.30. Di halaman belakang C2O Library, mulai menunjukkan tanda-tanda keberadaan makhluk hidup. Kucing-kucing C2O setidaknya ikut menunjukkan semangat mereka dengan caranya sendiri. Misalnya saja mereka tidak lelahnya berjuang mendapatkan kue yang diletakkan di atas meja yang lumayan tinggi untuk dipanjat oleh seekor kucing. Tapi, bukan hal itu yang membuat banyak orang berkumpul di halaman belakang. Hari itu diadakan pemutaran film Mysterious Skin sambil mendiskusikan tentang keseluruhan filmnya di akhir cerita. Acara ini sendiri diadakan oleh DivAs dan C2O Library 2 minggu sekali.
Film yang diangkat dari novel karangan Scott Heim yang juga berjudul sama, Mysterious Skin, bercerita tentang pelecehan seksual yang dialami oleh 2 orang anak laki-laki sewaktu mereka kecil. Neil (Joseph Gordon-Levitt) dan Brian (Brady Corbett) tidak sadar atas perlakuan seksual yang dilakukan oleh pelatih baseball mereka. Hal ini memberi dampak yang berbeda terhadap perkembangan mereka di masa remajanya. Neil yang memutuskan untuk menjadi pekerja seks laki-laki mendapat kepuasan tersendiri saat Ia melayani klien-kliennya yang usianya rata-rata lebih tua darinya. Sedangkan Brian yang seolah terjebak dengan imajinasinya, menganggap bahwa alien itu nyata. Karena Ia sendiri seolah-olah tidak ingat kejadian apa yang ia alami sewaktu dia kecil. Yang Ia ingat tiba-tiba saja hidungnya mulai mengeluarkan darah dan Ia tergeletak tidak sadarkan diri. Film ini sendiri lebih bercerita tentang bagaimana trauma masa kecil dapat berdampak di usia dewasa.
Selesai film ini diputar, lumayan mengundang decak kagum dari para penontonnya. Film arahan Gregg Araki ini memang menyentuh dan memberikan pemahaman dan sudut pandang yang baru terhadap child abuse. Diskusi pun dimulai; berbagai pemikiran dilontarkan dan tentang bagaimana kesan dan pemahaman yang didapatkan tiap orang tersampaikan berbeda.
Yang pertama masuk ke wilayah diskusi adalah tentang pelecehan seksual itu sendiri, yang mana menjadi tema besar dari Mysterious Skin. Pelecehan seksual tidak hanya terjadi pada orang-orang usia dewasa, justru usia-usia dimana kita mulai belajar membaca dan menulis merupakan usia paling rentan untuk mengalami segala bentuk perilaku pelecehan seksual. Hal pertama kali yang dapat membuat anak-anak kecil mengalami suatu pelecehan adalah karena mereka sendiri tidak tahu mereka sedang dilecehkan, bahkan ironisnya, orang-orang terdekat mereka lah yang kebanyakan melakukan perilaku semcam itu terhadap mereka. Seolah membeli kepolosan anak kecil yang masih belum mengerti apa-apa tentang segala sesuatu yang berbau seksual, si pelaku bisa saja mengiming-iminginya dengan beberapa lembar uang atau beberapa tangkai permen.
Tentang korban pelecehan seksual itu sendiri, tidak hanya perempuan, anak laki-laki pun cenderung menjadi korbannya. Bahkan korban pelecehan seksual kebanyakan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan anak laki-laki cenderung cuek dengan keadaan sekitarnya, sehingga saat si korban mengalami suatu pelecehan seksual, Ia tidak sadar dan tidak tahu kalau sebenarnya saat itu Ia sedang dilecehkan. Korban-korban pelecehan seksual juga jarang mengungkapkan jati dirinya maupun kejahatan seksual yang mereka alami. Mereka lebih cenderung menutup diri dan enggan untuk menceritakan kejadian buruk kepada orang-orang terdekatnya. Rasa malu menjadi alasan utama para korban untuk tetap diam dan menutup mulut mereka, merahasiakannya dari orang banyak. Seolah mereka belum siap untuk menerima pandangan dari masyarakat, karena mereka mendapat beban ganda yaitu stigma yang masyarakat tujukan kepada korban pelecehan seksual serta pengalaman tidak mengenakkan tentang pelecehan seksual itu sendiri.
Hal ini membawa si korban untuk melakukan defense mechanism terhadap kejadian di masa lalunya. Menurut Sigmnd Freud, seorang ahli psychoanalysis, defense mechanism itu timbul karena seseorang tidak ingin mengingat tentang apa yang terjadi di masa kecilnya sehingga Ia membuat suatu penggambaran baru terhadap dirinya sendiri dan menekan kenangan masa kecilnya agar tidak mencul ke permukaan. Karena, apabila kenangan buruk ini tidak dia “tekan”, maka Ia tidak akan mampu menghadapi kenyataannya sendiri. Hal ini yang ditunjukkan oleh Brian yang menekan ingatan buruknya sewaktu dia kecil sehingga yang dia ingat hanya kejadian dimana hidungnya mulai mengeluarkan darah dan Ia yang tiba-tiba tergeletak seorang diri. Dan, ketika ingatannya terungkap di akhir cerita, Brian tampak shock seolah tidak mampu menerima kenyataan yang neil ceritakan kepadanya. Setiap orang membutuhkan defense mechanism, terlepas dari kejadian yang Ia alami adalah sebuah perilaku pelecehan seksual atau bukan.
Semakin lama, obrolan berlanjut semakin serius. Yang tadinya obrolan hanya berkisar tentang trauma masa kecil dan perilaku pelecehan seksual, semakin malam, kosa kata diskusi kami jadi lebih menjurus ke area “orientasi seksual”. Mbak Kat, as for starter, bilang kalau orientasi seksual seseorang itu sangat cair. Hal ini juga diperjelas oleh Mas Antok dari GN (GAYa Nusantara) kalau orientasi seksual seseorang itu tidak sama dengan perilaku seksual mereka. Seseorang bisa saja mengaku jika dirinya seorang hetero, namun hal itu tidak menutup kemungkinan bila Ia juga melakukan hubungan dengan sesamanya, misalnya MSM (Man have Sex with Man). Keadaan seperti ini tidak mendefinisikan pelabelan pada orang tersebut. Karena orientasi seksual sesorang lebih cenderung mendefinisikan rasa ketertarikan terhadap orang lain (gay, bi, straight, lesbian, etc,.), namun yang menentukan identitas seksualnya / label adalah dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian menjadi bahasan mengapa orientasi seseorang bisa sangat cair dan dapat berubah-ubah.
Dikarenakan hari sudah terlalu gelap untuk melanjutkan diskusi, maka diputuskanlah acara diskusi tentang Mysterious Skin hari itu berakhir. Beberapa sudah memutuskan untuk pulang, sisanya masih ‘menetap’ di belakang halaman C2O sambil membantu Mbak Kat membereskan tikar dan kulit kacang yang berserakan. Banyak yang didapat lewat diskusi malam itu, salah satunya adalah apabila ada suatu hal yang buruk di masa kecil terjadi, hal tersebut dapat menjadi trauma tersendiri bagi korbannya. Walaupun nyatanya segala yang terjadi pada masa kecil, baik buruknya tidak dapat dihindari, namun yang lebih penting adalah bagaimana kita mampu menyikapinya di saat kita dewasa.