Reportase: Afternoon Talk

Sebelum pertunjukan, saya dan kawan-kawan Afternoon Talk dan Taman Nada menghasilkan Manic Street Walkers #3 edisi one take show selama hampir 3 jam. Kami berjalan kaki mulai dari c2o library menuju Kelenteng Hong San Ko Tee di Jalan Tjokroaminoto dimana Adit merekam penampilan Taman Nada, lanjut ke Taman Bungkul, dan selanjutnya Agan merekam pertunjukan Afternoon Talk di taman depan gedung eks museum Mpu Tantular. Akhirnya kami tiba di c2o library jam 6 sore. Di sana sudah banyak pengunjung yang datang untuk acara kami : Afternoon Talk Love Letter To Java Tour 2012 yang akan menampilkan Handoko Suwono, Karnivorus Vulgaris, Bagus Dwi Danto, Taman Nada, Sonar Soepratman, Silampukau, dan Afternoon Talk sebagai performer pamungkas.

Reportase: MSW #3 One Take Show

MANIC STREET WALKERS #3
Edisi One Take Shows
19 Februari 2012

Sejak pagi, c2o library kedatangan tamu dari Bandar Lampung dan Medan: Ivan, Agan, Sofia, Osa, Wawan, dan Adian yang tergabung dalam Afternoon Talk—sebuah band pop-folk—yang akan bermain malam ini bersama Karnivorus Vulgaris, Taman Nada, Silampukau, Sonarsoepratman, Bagus Dwi Danto, dan Handoko Suwono. Jam 3 sore, kawan-kawan Taman Nada (Attur, Nandi, Salman, Najmi, Ifa, Adit) datang untuk mewujudkan keinginan kami : one take shows. Secara spontan saya pun mengajak kawan-kawan Afternoon Talk, Taman Nada, dan Rangga Nasrullah untuk ber-Manic Street Walkers dengan rute : Kelenteng Tjokroaminoto, Taman Bungkul, dan gedung eks museum Mpu Tantular. Hujan sudah reda, perut sudah terisi, saatnya berjalan kaki!

Reportase: MSW #2 Imlek

manic street walkers #2 : edisi imlek Keterangan: Manic Street Walkers adalah klab pejalan kaki yang baru dilahirkan tahun baru lalu! Jika rute perjalanan pertama kami menelusuri Strenkali Jagir di Wonokromo, rute kali ini—untuk merayakan Imlek—adalah menelusuri berbagai situs-situs yang berkaitan dengan budaya Tionghoa di Surabaya. Berikut adalah liputannya dalam bentuk catatan harian Anitha Silvia. …

Reportase: Rumah Leluhur Naga

Sabtu, 21 Januari 2012. “Rumah Leluhur Naga” adalah judul filem dokumenter karya Giri Prasetyo mengenai situs yang menjadi tanda kedatangan orang Tionghoa gelombang ke-2 (sekitar 1800an) di Surabaya yaitu kelenteng Hok An Kiong—kelenteng tertua di Surabaya–dan kelenteng Boen Bio. Malam itu selain pemutaran filem “Rumah Leluhur Naga” juga dilakukan diskusi mengenai sejarah masyarakat Tionghoa di Surabaya …

Reportase: MSW #1 Strenkali Jagir, Wonokromo

Akhir tahun kami rayakan dengan menjajaki sudut-sudut Surabaya dengan berjalan kaki.  Perjalanan singkat yang penuh inspirasi, melelahkan tapi juga sangat menyenangkan, dan membuat kita bisa lebih mengenal sekitar dengan lebih dekat. Ide ini dicetuskan oleh Tinta sebagai bagian dari acara akhir tahun internal kami, Perjusami (Perkemahan Jumat Sabtu Minggu) di C2O.  Tempat yang kami tuju …

Reportase: Zine // Picnic

Minggu, 30 Oktober 2011. zine//picnic adalah acara perdana mengenai zine yang diselenggarakan oleh c2o library, masuk dalam rangkaian acara Design It Yourself. zine//picnic adalah suatu pertemuan antara zine maker dan penikmat zine dengan menggunakan konsep piknik. Aik (Subchaos) datang tepat waktu, sebelumnya kami cukup khawatir bahwa kawan-kawan zine maker akan datang terlambat karena acaranya terbilang pagi karena ini akhir pekan. Menyusul datang banyak kawan dari Manazine, Seize, JMAA, Ultrassafinah, yang memiliki benang merah yaitu zine religius Islam. Nita Darsono dan Bembi datang membawa pudding. Kami akan berpiknik di dalam c2o library, di halaman masih sangat terlalu panas, padahal Bembi sudah siap dengan kostum piknik andalannya celana kolor! Dan kawan-kawan lain pun berdatangan, dan piknik dimulai! Potluck cukup gagal karena hanya sedikit yang membawa makanan, Nita membawa pudding, Tinta membawa sandwich ganja (daun basil yang terlihat seperti ganja), Novielisa membawa pisang dan mangga, Kathleen menyediakan air es dan popcorn!

Dalam scene underground, zine sebagai salah satu media alternatif dipakai secara efektif untuk membahas isu dan distribusi informasi dalam scene tersebut. Sampai sekarang zine tetap efektif meskipun zine fisik (fotokopian) berkurang digantikan dengan webzine (zine berbasis website) dan zine berbasis social media (tumblr). Di Indonesia, zine akrab dikenal sebagai media perlawanan terhadap media mainstream dan dalam perkembangannya mulai hadir personal zine dengan tema-tema yang tidak bermaksud melakukan perlawanan melainkan lebih “bersenang-senang”. Dan zine tidak hanya milik scene underground, semua komunitas dan semua orang bisa menggunakan zine sebagai media untuk mendistribusikan informasi dan gagasan dengan biaya yang murah dan sebagai ekspresi kreatifitas.

Mungkin zine//picnic adalah peristiwa langka dimana zine “religius” bertemu dengan zine “sekuler”. zine//picnic juga menjadi momentum kebangkitan zine di Surabaya. Zine di Surabaya muncul sekitar tahun 1996 dengan kelahiran Subchaos, zine kolektif dengan tema hardcore/punk yang dibuat oleh Aik bersama kakak kandungnya namun tenggelam pada tahun 2001 saat Aik memutuskan membuat Subchaos #8 sebagai edisi perpisahan. Pada tahun 2006, Bembi menerbitkan KurangXajaR, hanya tinggal dia seorang yang membuat zine dalam scene hardcore/punk. Gelombang kedua sekitar tahun 2000 muncul beberapa zine dari scene musik indie-pop seperti Pool Cat, Iki, dan menyusul Mellonzine, tapi tenggelam pada tahun 2006.

Bisa dibilang bahwa zine//picnic menjadi penanda gelombang ketiga pergerakan zine di Surabaya dengan kelahiran 11 zine yaitu Sometimes I Do Mind The Animals, coretmoret, Botol, Dumb, main(k)an, Kremi, Aligator, KHAAK, Tropical Rembulan, Helloworld, Sunshine, dan peluncuran Subchaos #9, Halimun #6, dan kurangXajar #4. Juga di-share-kan beberapa edisi SA’I, Manazine, Seize, Ultrassafinah, JMAA, dan Katalis. Benar-benar kejutan, total 19 zine!

Rasa senang akan membuat zine dan ingin berbagi kepada siapa saja menjadi pendorong kawan-kawan untuk memproduksi zine dengan tema yang beragam. Acara zine//picnic dimulai dengan masing-masing partispan mendeskripsikan zine yang dibuatnya.

Acara berlangsung dari pk. 11.00 – 16.00. Dari zine//picnic dapat dilihat bahwa zine tidak hanya milik scene underground, semua orang bisa membuat zine dengan tema apapun, zine merupakan media alternatif yang demokratis, semua orang bebas men-share-kan ide, pemikiran, argumentasi, dan apapun.

Zine//picnic menghasilkan kompilasi zine yang bertajuk sama dengan nama acara yaitu zine//picnic compilation, anda bisa mengunduhnya secara gratis dan legal melalui link dibawah ini .
http://www.archive.org/details/ZinepicnicCompilation (160mb)

———————————–
zine//picnic compilation :

Aligator – Arti Pijar
Botol – Pinkan Victorien
CORATMORET – Nita Darsono
Dumb – Rizky Juniartama
Halimun #6 – Anitha Silvia
Helloworld – Iyan Fabian
JMAA – Anom
KHAAK – Eko Ende
Kremi – Rici Alric
KurangXajaR #4 – Bembibum Kusuma
main(k)an – Young Kadeer & Juve Sandy
Manazine
SA’I #10
Seize
Sometimes I Do Mind The Animals – Novielisa
Subchaos #9
Sunshine – Bagus Priyo

Reportase: Workshop Malaikat & Singa

Selasa, 18 Oktober 2011

15.00-17.00

Jam 3 sore, matahari masih terasa panas di halaman c2o library, akhir-akhir ini udara memang lebih panas berlipat-lipat dari biasanya yang sudah panas, rombongan tur Malaikat dan Singa tiba dengan selamat di c2o library. Semalam mereka melakukan pertunjukkan musik di Mojokerto, tentu mereka masih lelah tapi Arrington tetap semangat untuk bergerak di tengah panasnya Surabaya. Demi keakraban, kami menyebut Arrington de Dionyso dengan Arrington Dinoyo, Dinoyo adalah nama jalan yang terkenal di Surabaya, hahah. Sore ini c2o library memfasilitasi workshop drawing oleh Arrington Dinoyo yang berasal dari Olympia, USA. Arrington Dinoyo telah memproduksi dua album (“Malaikat dan Singa” dan “Suara Naga”) yang diliris oleh label indie kenamaan K Records. Selain mengeksplorasi musik, Arrington juga giat mengeksplorasi gambar. Bulan Oktober ini YesNoWave Music menyelenggarakan tur “Malaikat dan Singa” di kota Jakarta, Bandung, Malang, Mojokerto, dan Surabaya.

Para peserta workshop pun berdatangan, teman-teman dari DKV UK Petra yaitu Chelcea, Debby, Elang, dan Ega, teman-teman dari Milisi Fotokopi yaitu Kuro, Kemplo, Bagus, Dani, dan Jowy. Phobe dari Bhineka juga turut serta. Tanpa banyak bicara workshop atau mungkin lebih tepatnya acara menggambar bersama dimulai, kertas samson ukuran A0 digelar di halaman c2o, kuas dan tinta cina menjadi senapan utama dalam mengeksekusi gambar.

Reportase: Tempertantrum, Pameran mixtape kolektif

Pembukaan pameran mixtape yang bertajuk Tempertantrum dilakukan sekitar jam 7 malam, dimulai dengan pengantar dari salah seorang penggagas pameran, Mikha Ogamba, dia menceritakan ide dan proses produksi pameran. Salah seorang pengunjung bertanya, “Apa itu mixtape?” Tidak heran muncul pertanyaan itu karena tidak ada pengantar pameran yang menjelaskan apa itu mixtape. Secara sederhana Mikha menjelaskan bahwa mixtape adalah kompilasi lagu yang memiliki tema tertentu dan direkam dalam kaset dan sekarang lebih sering memakai cakram padat, seluruh para partisipan mengirimkan mixtape dalam bentuk cakram padat. Ini mungkin pameran mixtape pertama di Indonesia, panitia penyelenggara yaitu bejana kultur dan majalah sintetik menyebutnya sebagai pameran audio-visual karena selain mixtape juga dipamerkan artwork dua dimensi dan tiga dimensi sebagai visual dari mixtape.

Mixtape dan artwork dari 54 partisipan dari kota Malang, Surabaya, Surakarta, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Pontianak memenuhi tiap sudut kosong dalam c2o library, artwork yang dipamerkan beragam, sederhana, dan bersifat personal, begitu juga mixtape-nya, sangat beragam dan sangat personal dengan tema-tema yang lekat dengan kehidupan anak muda di era modern. 54 partisipan Tempertantrum yaitu Aghastyoghalis, Ababil Ashari, Adythia Utama, Adit Bujubuneng al Buse, Ahmad Taufiqqurakhman, Akhmad Alfan Riadi, Aldy Kusumah, Aldiman Sinaga, Alfian Beiblupbee, Anitha Silvia, Anizar Yasmeen, Anggung Kuykay, Avezinebid, Ayu Widjaja, Bagus Priyo, Chyntia Puspitasari, Coloroyd, Decky Yulian, Didit Prasetyo, Dilla Qolbi, Donny x Rio, Eko Cahyono, Emil Ismail, Evan Permana, Farid Stevy, Fattah Setiawan, Gembira Putra Agam, Gooodit x Kentang Radio, Gunawan x Ami Azyati, Hanna Theodora, Harlan Boer, Kero Copy, Kontemplasihati Komanghilmi, Rakhmad Dwi Septian, Limbang, M. Abdul Manan, Mikha Ogamba, Marikamanzila, Ndnmld, Novaruth, Novielisa, Ossidiaz, Pandu Dewantara, Pink, Rangga Nasrullah, Redi Murti, Ricky Baybay Janitra x Ella Wijt, Rino Adlis, Samacksamakk, Sawi Lieu, Subnorway x Ican Harem, Widhiastana, Yogi Gagah, Wok The Rock.

The Face of Another

judul : the face of another
penulis : kobo abe
penerbit : charles e. tuttle company, inc., 1998

saya mengenal kobo abe saat menonton film “woman in the dunes” karya hiroshi teshigahara di c2o library. film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya kobo abe ini sangat bagus sekali visualnya, mencekam, penuh detail, dan indah, tentu saja cerita yang menawan, tentang seorang entomologis yang sedang melakukan ekspedisi mengumpulkan serangga di gurun pasir dan terpaksa tinggal di rumah seorang janda di lembah pasir!

the face of another menyajikan jurnal/surat (terdiri dari 3 notebook dengan warna yang berbeda) oleh seorang pria yang seluruh wajahnya terluka akibat ledakan oksigen cair saat melakukan eksperimen di laboratorium tempat ia bekerja, surat tersebut ditujukan kepada sang istri. tentu saja wajahnya hancur dan sangat menakutkan bagi orang lain, penuh dengan luka keloid, yang selamat hanya mata dan bibirnya, dia memakai kacamata saat bencana terjadi. istrinya sudah tidak mau berhubungan seks dengannya, dan dia teralienasi dari lingkungan sosial.

“how wonderful would it be, frankly, if everybody in the world would suddenly lose his sight or forget the existance of light. immediately, there would be agreement about form. everybody would accept the fact that a loaf of bread is a loaf of bread whether triangular or round. just because there was light, she heedlessly thought that a triangular loaf of bread was not bread but a triangle. this thing called light is itself transparent, but it apparently changes into something non-transparent.”

awalnya dia akan operasi plastik, tapi dia merasa jijik jika organ palsu menempel di wajahnya dan kesulitan utama dalam operasi plastik wajah adalah menciptakan ekspresi di wajah. tanpa kaki, tanpa tangan, tanpa mata, tanpa kuping itu masih bisa dihadapi, tapi tanpa wajah, tidak ada yang bisa hidup tanpa wajah, pilihan terbaik adalah bunuh diri. tapi pria itu memilih jalan lain, dia membuat topeng realis dan mengubah identitasnya, tujuannya adalah untuk menipu sang istri sehingga berselingkuh dengannya.

Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa

Setelah Oh, Film… dan Keajaiban Pasar Senen, Misbach Yusa Biran menyajikan Sejarah Film Indonesia bagian 1 (tahun 1900-1950) dalam tulisan yang ringan-menyenangkan nan berbobot. Mulai dari komedi stamboel, film dokumenter, film cerita, film bisu, film bicara, Misbach menyajikan dinamika antara produser, penulis cerita, sutradara, pemain, pers, pemilik bioskop, penonton, dan pemerintah. Misbach menjabarkan berulang kali kunci laris manis sebuah film dengan target terbesar penonton pribumi yaitu harus menjual romance, pemandangan indah, perkelahian, lelucon, dan nyanyian melayu, seperti dalam komedi stamboel atau toneel, strategi yang sama dipakai oleh kebanyakan perusahaan film di indonesia saat ini.

Buku ini adalah ensiklopedia film indonesia yang menarik, sejarah film indonesia dari zaman belanda, zaman jepang, dan zaman revolusi, banyak gambar reklame film, potongan adegan, foto dibelakang layar, tabel produksi film tahun 1926-1950, daftar bioskop, ulasan film, dan surat-surat. kesimpulan dari sejarah film indonesia tahun 1900-1951 adalah pindahnya subkultur komedi stamboel atau toneel ke layar perak (atau layar putih).