Dongeng Rangkas

Pemutaran & diskusi filem dokumenter “Dongeng Rangkas”
Sabtu, 26 November 2011, pk. 18.00 – 21.00
C2O Library, Jl. Dr. Cipto 20 Surabaya 60264
(Jalan kecil seberang Konjen Amerika. Lihat peta di: http://c2o-library.net/about/address-opening-hours/)

bersama Forum Lenteng, Saidjah Forum, dan akumassa
Moderator: Kelompok Studi Kinetik

————–
Sinopsis
————–
Film Dongeng Rangkas merupakan sebuah usaha kawan-kawan komunitas yang punya ketertarikan kepada persoalan-persoalan lokal dan merekamnya ke dalam media audio visual untuk didistribusikan kepada masyarakan sebagai bahan pembelajaran bersama. Sebagai usaha untuk merekam persoalan lokal, maka format dokumenter feature dianggap salah satu cara yang paling efektif dalam menghadirkan dan membangun kesadaran bersama tersebut.

Produksi Dongeng Rangkas berlangsung selama 3 bulan (Mei – Juli 2011), yang melibatkan pelaku dokumenter Forum Lenteng, Jakarta dan Saidjahforum, Rangkasbitung. Proses perekaman film dilakukan di desa Kampung Muara, Kawasan Sungai Ciujung, Kota Rangkasbitung, dan suasana stasiun Kereta Api Rangkasbitung.

Film ini berusaha memotret Rangkasbitung dari aktivitas-aktivitas masyarakat yang diwakili oleh sosok dua orang penjual tahu; Kiwong dan Iron. Dua tokoh ini dapat dianalogikan sebagai potret dua pemuda yang hidup paska Reformasi 1998 yang hidup di sebuah kota berjarak 120 Km dari ibu kota Jakarta. Kota yang menjadi terkenal oleh buku Multatuli itu, sepertinya begitu lambat tumbuh, di antara hingar-bingar pembangunan paska Reformasi. Kiwong dan Iron adalah dua pemuda sederhana yang memilih hidup sebagai pedagang tahu, sementara mimpi-mimpinya tetap dipegang teguh. Kiwong bermimpi menjadi pemuda yang lebih baik, yang menjadikan keluarga hidup lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan Iron, percaya musik adalah anugrah dari Tuhan, dan ia ingin terus mengembangkan fantasi musiknya di jalur ‘underground’.

Dongeng Rangkas bisa dianggap sebagai satu-satunya dokumenter feature yang hadir dan diproduksi di Rangkasbitung. Hal ini diharapkan dapat menjadi pemicu perkembangan dunia perfilman di Rangkasbitung dan sekitarnya.

Produksi
Filem ini adalah produksi Forum Lenteng yang bekerjasama dengan Komunitas Saidjah Forum, Lebak. Kerja produksi dokumenter ini merupakan bagian dari peningkatan kapasitas komunitas akumassa yang diprakarsai oleh Forum Lenteng. Kerja-kerja dalam program akumassa adalah melakukan pendidikan media kepada komunitas dalam rangka membangun kesadaran “media” kepada masyarakat sebagai bagian dari pengembangan diri dan masyarakat sekitar. Aktivitas akumassa dapat dilihat di www.akumassa.org.

—————
Tim Kerja
—————

KOLABORASI PENYUTRADARAAN
Andang Kelana, Badrul “Rob” Munir, Fuad Fauji, Hafiz & Syaiful Anwar
KAMERA
Syaiful Anwar & Fuad Fauji
ASISTEN KAMERA
Andang Kelana & Badrul Munir
PEWAWANCARA
Badrul “Rob” Munir, Andang Kelana, Fuad Fauji, Helmi Darwan & Zainudin “Dableng”
PENYUNTING
Hafiz & Syaiful Anwar
PENYELARAS SUARA
H. Sutan Pamuncak
KOREKSI WARNA
Ari Dina Krestiawan
DOKUMENTASI
Badrul Munir, Fuad Fauji, Zainudin “Dableng”, Bima Mulia, Aboy Sirait, Andang Kelana, Litbang Forum Lenteng & Litbang Saidjah Forum
MANAJER LAPANGAN
Helmi Darwan
ASISTEN MANAJER LAPANGAN
Aboy Sirait, Kuni Ahmed
PIMPINAN PRODUKSI
Otty Widasari
PRODUSER
Hafiz Rancajale
PRODUKSI
Forum Lenteng, akumassa & Saidjah Forum

Spesifikasi Teknis
2011 | Warna | PAL | 75 menit | Bahasa Indonesia & Sunda
Subteks Bahasa Indonesia & Bahasa Inggris | 17+

Didukung oleh
FORUM LENTENG | AKUMASSA | SAIDJAH FORUM | THE FORD FOUNDATION

———————–
Forum Lenteng
———————–
Forum Lenteng adalah organisasi nirlaba egaliter sebagai sarana pengembangan studi sosial dan budaya. Forum Lenteng berdiri sejak tahun 2003 yang didirikan oleh mahasiswa (ilmu komunikasi/jurnalistik), pekerja seni, periset dan pengamat kebudayaan — untuk menjadi alat pengkajian berbagai permasalahan budaya dalam masyarakat, guna mendukung dan memperluas peluang bagi terlaksananya pemberdayaan studi sosial dan budaya Indonesia. Forum Lenteng bekerja dengan merangkum serta mendata aspek-aspek sosial dan budaya yang mencakup kesejarahan dan kekinian di dalam kerangka kajian yang sejalan dengan perkembangan jaman dengan mengadakan pendekatan solusif bagi keberagaman permasalahan sosial dan budaya di Indonesia serta dunia internasional. Salah satu medium yang digunakan Forum Lenteng adalah medium audio visual (film dan video).

Jl. Raya Lenteng Agung No.34 RT.007/RW.02
Lenteng Agung, Jakarta Selatan
Jakarta-12610
Indonesia

———————–
Saidjah Forum
———————–
Saidjahforum adalah kelompok belajar yang didirikan oleh mahasiswa jurnalistik pada 3 Februari 2005 di Serang, Banten. Seiring dinamika organisasi, Saidjahforum kini menetap di Lebak, fokus pada kerja komunitas berbasis teks, video dan arsip, kajian sosial budaya. Saidjahforum didirikan sebagai respon terhadap pembelajaran non-akademik dan selalu memastikan akses terbuka terhadap pendidikan.

JL.Kitarung, Kampung Jeruk No.54, Rangkasbitung, Lebak-Banten. 42311.

Informasi
T/F (62 21) 78840373
dongengrangkas@gmail.com
info@forumlenteng.org

Anak Naga Beranak Naga

Pemutaran & diskusi dokumenter
Anak Naga Beranak Naga: Gambang Kromong, akulturasi budaya Tionghoa Betawi
Minggu, 20 November 2011, pk. 18.00 – 21.00
C2O, Jl. Dr. Cipto 20 Surabaya 60264
(Jalan kecil seberang Konjen Amerika. Lihat peta di: http://c2o-library.net/about/address-opening-hours/)

Bersama:
Ariani Darmawan (sutradara)
Moderator: Ardian Purwoseputro

Tidak banyak orang tahu bahwa Gambang Kromong, yang sempat dipopulerkan oleh Lilis Suryani di tahun 60-an dan duet Benyamin S. – Ida Royani di tahun 70-an, adalah sebuah musik akulturatif berbagai etnis di Indonesia yang cikal bakalnya telah dirintis lebih dari dua abad lalu. Irama gambang kromong dengan tata laras Salendro Cina pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa Peranakan sebelum akhirnya mengalami percampuran dengan budaya Jawa, Sunda, hingga Deli, membentuk sebuah musik harmonis yang kini menjadi salah satu ciri khas Betawi.

Selain mengungkapkan sejarah panjang keharmonisan budaya dan musik tersebut lewat gaya tuturnya yang dinamis dan fluid, film ini juga sekilas bercerita tentang kehidupan orang-orang Tionghoa Peranakan sebagai pelaku utama musik Gambang Kromong saat ini.

Berdasarkan kompleksitas musik Gambang Kromong itu sendiri, film ini adalah sebuah catatan humanis, puitis, musikal, hingga komikal tentang musik dan budaya yang terpinggirkan.

akumassa Surabaya

Pemutaran & diskusi video akumassa Surabaya
Sabtu, 12 November 2011, pk. 18.00 – 21.00
Bersama kelompok Studi Kinetik
Gratis & terbuka untuk umum.

Kompilasi video akumassa Surabaya merupakan bagian keseluruhan dari program workshop akumassa yang telah dilakukan oleh Kinetik, sebuahkelompok studi media di Surabaya bekerja sama dengan Forum Lenteng, sebuah lembaga non-profit yang befokus soal pengembangan media dan masyarakat di Jakarta.

Akumassa sendiri merupakan program advokasi dan pengembangan komunitas dalam bentuk lokakarya (workshop) yang difasilitasi oleh Forum Lenteng. Secara mendasar, program akumassa adalah tentang penggunaan medium video, text dan media online di komunitas-komunitas pekerja kreatif muda (mahasiswa, seniman muda, pelaku budaya lokal) di Indonesia guna mendorong kemandirian dalam masyarakat. Program ini memfokuskan kepada pengkajian aspek-aspek sosial dan budaya yang dibentuk sebagai materi pembelajaran guna mengupayakan kesadaran partisipatoris akan persoalan-persoalan yang hidup di dalam masyarakat. Untuk program distribusi media online akumassa bisa dilihat di website http://akumassa.org/

Dalam kompilasi video yang singkat ini, terdapat beberapa bingkaian yang menjadi fokus bagi Kinetik dan Forum Lenteng dalam merekam narasi-narasi kecil, isu sosial masyarakat, kesejarahan serta kekinian di kota Surabaya, diantaranya adalah:

1. “Alkisah di Ampel” (Perkampungan masyarakat Arab di Surabaya sebagian besar berasal dan bermukim di sebuah kawasan yang mengelilingi Makam Suci Sunan Ampel. Masayarakat Arab di Surabaya kerap disebut sebagai penduduk “Ngampel”. Permukiman, pusat ekonomi dan religius, tertata dalam satu lingkup perkampungan kecil di Kawasan Wisata Religius Ampel, Surabaya.)

2. “Angin Barat Cak Meli” (Kampung yang berada di Pantai Ria Kenjeran yang terletak di Surabaya bagian timur ini tidak lepas dari kehidupan nelayan yang menjadikan laut sebagai tempat untuk mencari nafkah.Sebut saja Desa Nambangan, yang terletak di selatan Jembatan Suramadu yang menuju ke arah Taman Wisata Pantai Ria Kenjeran. Ketika matahari mulai terbit, banyak perahu milik warga yang datang atau bergegas menuju ke tengah laut untuk menjala maupun menjaring ikan. SemenjakJembatan Suramadu dibangun, banyak nelayan yang mencari ikan di bawah
jembatan tersebut.)

3. “Irama Budaya” (Salah satu cara kelompok Ludruk ini untuk bertahan dalam perkembangan dunia hiburan adalah dengan tetap berpentas walaupun megap-megap. Namun, sejak beberapa bulan lalu mereka mendapat tempat pentas yang baru sekaligus tempat tinggal para pemain Ludruk yang kesemuanya adalah pria. Mereka mendapat sebuah gedung di lingkungan kompleks Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya, di mana Grup Srimulat memulai sejarahnya.)

4. “Kesepakatan Sentolop” (Pasar senter adalah pasar loak yang paling berbeda dibanding pasar loak lainnya di Surabaya. Karena pasar loak yang satu ini buka mulai pukul tiga pagi tanpa ada lampu yang menerangi. Subuh-subuh sudah ramai pengunjung dengan senter masing-masing yang mengunjungi pasar itu, oleh sebab itu kami menyebutnya Pasar Senter. Berbeda dengan para pedagang, mereka menyebut pasar ini dengan sebutan Pasar Subuh atau Pasar PMK (karena lokasi pasar yang berada di samping Dinas Pemadam Kebakaran). Bahkan ada yang menyebut Pasar maling, karena disinyalir pasar tersebut menjual barang-barang hasil curian. Pasar ini harus sudah tutup pada pukul Sembilan pagi, karena akan beralih fungsi sebagai Pasar Cincin Akik seperti biasanya.)

5. “Poo Tay Hie” (Pertunjukan boneka tradisional masyarakat etnis Tionghoa yang masih bertahan di Surabaya yaitu di Klenteng Kampung Dukuh, Surabaya Utara. Isi cerita dalam pertunjukan wayang ini selalu menceritakan tentang jaman kerajaan China atau tentang dewa–dewa mereka. Dalam pertunjukan wayang di klenteng ini telah terjadi akulturasi budaya, yaitu percampuran bahasa antara bahasa Cina, Jawa dan Indonesia.)

6. “Warung Catur” (Warung yang bertempat di pinggir Jalan Ngagel ini sudah beridiri sejak 1 taun lalu. Warung Catur dulunya sempat akan tutup dikarenakan bangkrut sebab sepi pengunjung. Akan tetapi, karena ada seorang pelanggan yang mau membeli untuk tetap mempertahankan satu-satunya warung dengan konsep permainan catur itu, jadi Warung Catur tetap buka. Kebanyakan para pengunjung yang datang di Warung Catur adalah para pekerja yang sedang beristirahat karena di sekitar warung tersebut terdapat toko-toko dan bengkel mobil. Warung ini hanya menyediakan minuman dan makanan ringan saja. Sambil beristirahat, para pekerja biasanya minum kopi dan bermain catur dengan waktu yang sangat lama. Warung ini juga menjadi Kantor Percasi (Persatuan Catur Seluruh Indonesia) cabang Surabaya.)

Introduction to Design

C2O library, Jl. Dr. Cipto 20 Surabaya
Minggu, 2 Oktober 2011, 17.00

17.00 DIY TALKS Day 1
Intro to DIY (Design It Yourself)
Introduction to Design
Panelis:
Bing Fei (Vaith Design)
Josef Prijotomo (Guru Besar Arsitektur ITS)
Anas Hidayat (Republik Kreatif)
Moderator : Ramok Lakoro (DKV ITS)

Diskusi hari pertama dimulai dengan pengantar desain secara umum dan universal. Mulai dari makna kata desain, proses, hingga peranan dan tantangannya dalam peradaban manusia. Semuanya dikontekskan dengan kondisi terkini di masyarakat.Menghadirkan panelis dari disiplin dan modus kreatif yang berbeda-beda sehingga memancing keberagaman perspektif pikiran.

20.00 DIY Screening
The Genius of Design Episode 1 : “Ghosts in the Machine”
Duration 48m

Gender & Seksualitas dalam Seni

Bulan ini kami menghadirkan film-film yang membahas gender dan seksualitas, terutama dalam kaitannya dengan seni. Di sini, gender dipahami sebagai konstruksi sosial yang melingkupi seperangkat karakteristik (perilaku, sifat, tanggung jawab, dsb.) yang diidentikkan pada diri laki-laki/ perempuan/ gender lainnya, akibat bentukan budaya atau pengaruh lingkungan. Sementara seksualitas mengandung makna yang sangat luas karena mencakup aspek kehidupan yang menyeluruh, dan terkait dengan jenis kelamin biologis maupun gender, juga orientasi dan perilaku seksual.

Dalam film-film ini, kita bisa melihat bagaimana seksualitas mempengaruhi dan dipengaruhi oleh interaksi begitu banyak faktor-faktor kehidupan: biologis, psikologis, sosial, politik, budaya, ekonomi, agama dan spiritual, termasuk pula seni. Seni di sini tidak terbatas pada seni rupa, tapi juga ada pada musik rock (Hedwig & the Angry Inch), seni patung (Camille Claudel), komik (Chasing Amy), dan lukisan (Seraphine, Caravaggio). Dari film-film ini juga kita dapat melihat, bagaimana “gender melekatkan, dilekatkan, dan mengalami proses pelekatan” dalam produksi seni, sebagaimana juga terjadi di Indonesia, yang bisa kita simak di peluncuran & diskusi buku katalog data IVAA #1, Rupa Tubuh (24/9).

Semoga rangkaian acara kecil ini dapat sedikit memperkaya dan memprovokasi wawasan kita mengenai gender, seksualitas, dan seni. Selamat menikmati!

Mentawai Tattoo Revival

Pemutaran & diskusi video dokumenter “KEMBALI MERAJAH MENTAWAI”.
Gratis. Berlaku untuk umum.

bersama:
– Durga Sipatiti, seniman tato
– Rahung Nasution, videomaker
– Hatib Abdul Kadir Olong, dosen antropologi Univ. Brawijaya, penulis buku Tato (LKiS, 2006)
– Tom, antropolog, wartawan
– Sony, seniman tato, Irezumi Shadow, Surabaya Tattoo Artists Community

Sabtu, 20 Agustus 2011
pk. 17.00-21.00 (disediakan takjil)
Perpustakaan C2O, Jl. Dr. Cipto 20 Surabaya

Produser: Mentawai Tattoo Revival Project
penulis-sutradara-kamerame​n-editor: Rahung Nasution
Tim produksi: Herrybertus Sikaraja, Lucy Setiawan, Liki, Adi Mulyana
Narator: Aman Durga Sipatiti
Penterjemah mentawai: Esmat Wandra Silaingee

Lokasi: Matotonan-Mongan Tepu-Sakuddei-Sagulubbek di Pulau Siberut-Kepulauan Mentawai-Indonesia – tahun 2010

Durasi: 30 minutes
©2010 Mentawai Tattoo Revival Project & JAVIN (Jaringan Videomaker Independen)

Diselenggarakan oleh:

hifatlobrain.com
C2O
Kotak Hitam
Durga Tattoo
Didukung oleh:
Irezumi Shadow
Tattoo Heroes
Surabaya Tattoo Artists Community
Info: (031) 77525216
c2o.library@yahoo.com

Rumah Abu HanRumah Abu Han

Minggu, 14 Agustus 2011, 18.00
Perpustakaan C2O, Jl. Dr. Cipto 20 Surabaya 60264
(Lihat peta di sini: http://c2o-library.net/about/address-opening-hours/)

Bersama:
Kevin Reinaldo, filmmaker, rantingpohon production
Robert W. Rosihan, pemilik Rumah Abu Han
Ir. Lukito Kartono, MA, dosen arsitektur UK Petra, pakar arsitektur tradisional Tionghoa & Indonesia, Center for Chinese Indonesian Studies (CCIS)
Debby Ariyani, Jejak Petjinan
Moderator: Setyo Nugroho, Surabaya Tempo Dulu

Surabaya dengan segala perkembangan dan kesibukannya, terkadang melupakan sisi-sisi historisnya. Bangunan-bangunan kuno di daerah kota lama, menjadi sebuah peninggalan yang terkadang terabaikan keberadaanya. Padahal mereka memiliki banyak hal unik dan kaya nilai-nilai kebudayaan yang dapat dipelajari.

Salah satu bangunan kuno di daerah kampung Cina di Surabaya adalah Rumah Abu Han. Film Dokumenter Rumah Abu Han menceritakan sebuah rumah peninggalan keturunan Han pada zaman kolonial Belanda di Surabaya yang masih kokoh berdiri hingga saat ini. Sebuah rumah dengan perpaduan 3 gaya arsitektur. Yaitu arsitektur Cina, Belanda/Eropa dan Jawa. Sebuah perpaduan yang unik dan memiliki makna-makna filosofis yang kuat di dalamnya. Bagaimanakah 3 gaya arsitektur tersebut berpadu di dalamnya? Bagaimana keturunan keluarga Han yang hidup saat ini mempertahankan keberadaan rumah leluhur mereka?

Kunjungi:
http://www.facebook.com/Rumahabuhandocumentaryfilm

Music to Eat, Play, and LaughMusic to Eat, Play, and Laugh

Penutupan Eat, Play, Laugh: Kids Fest for All
bersama Slamet Abdoel Sjukur
Minggu, 31 Juli 2011
Perpustakaan C2O, Jl. Dr. Cipto 20 Surabaya 60264
(lihat peta lokasi di: http://c2o-library.net/about/address-opening-hours/ )

Workshop komposisi musik, lucu tapi jitu
15.00-17.00

Pemutaran film The Chorus
Sebuah film Prancis tentang sekolah anak-anak “buangan” yang kemudian menjadi anak-anak yang mempesona setelah bersentuhan dengan musik yang penuh kasih.
17.00-19.00

Slamet Abdul Sjukur (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 30 Juni 1935; umur 75 tahun)[1] adalah seorang komponis dari Indonesia. Ia disebut sebagai salah seorang pionir musik kontemporer Indonesia. Karya-karyanya telah banyak dinikmati di mancanegara, khususnya negara-negara Eropa. Ialah yang mempunyai ide yang disebut minimaks, yaitu menciptakan musik dengan menggunakan bahan yang sederhana dan minim. Ia adalah satu satu musisi Indonesia yang di tahun 1970an mengenyam pendidikan lebih dari 14 tahun di Eropa, di Perancis dengan Olivier Messiaen dan Henri Dutilleux.

Beberapa penghargaan yang telah diterima adalah: Bronze Medal dari Festival de Jeux d’Automne in Perancis (1974), Piringan Emas dari Académie Charles Cros di Perancis(1975, untuk karyanya berjudul Angklung) dan Medali Zoltán Kodály dari Hungaria (1983). Majalah Gatra juga memberinya anugerah sebagai pioner musik alternatif (1996) dan ia juga diangkat sebagai anggota Akademi Jakarta seumur hidup (2002). Pada tahun 2005, Slamet Abdul Sjukur dianugerahi penghargaan dari Gubernur Jawa Timur karena dedikasinya pada musik.

Beberapa nama yang menonjol yang sempat mengenyam ilmu darinya adalah Tony Prabowo, Gilang Ramadhan, Franki Raden, dan Soe Tjen Marching.

———
Acara ini adalah acara penutupan festival anak & craft Eat, Play, Laugh, yang diselenggarakan selama bulan Juli 2011 di Perpustakaan C2O.
Lengkapnya: http://c2o-library.net/2011/07/eat-play-laugh/

Gratis dan terbuka untuk umum. Sampai ketemu!

Info:
Email: c2o.library@yahoo.com
Telp: 031-77525216

Zamrud Khatulistiwa

Narasumber : Farid Gaban (Tim ekspedisi, wartawan Kantor Berita Pena Indonesia)Moderator : Ayos Purwoaji (hifatlobrain)
Minggu, 26 Juni 2011 18.00 – selesai
C2O Library, Jl. Dr. Cipto 20 Surabaya

Indonesia adalah negeri kepulauan terbesar di dunia. berisi sekitar 17.000 pulau, negeri ini memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Mengandung kekayaan alam, baik darat maupun laut, tiada tara, dia berisi keanekaragaman hayati yang kaya raya.

Namun, sebagian besar penduduk pesisir dan kepulauan Indonesia tergolong miskin; tidak tersentuh deru pembangunan. Paradigma pembangunan kita masih cenderung memanjakan darat dan perkotaan, serta mengabaikan laut dan kepulauan kecil.

Di masa lalu, Nusantara dikenal sebagai negeri bahari. Pelaut-pelaut tradisional kita adalah pelaut petualang dan pemberani. Citra itu telah pudar belakangan ini. Padahal, di masa depan, laut dan pulau-pulau kita dengan segala keindahan dan kekayaan di dalamnya, merupakan jawaban atas sebagian besar problem Indonesia. Namun, perhatian, kepedulian dan pengetahuan kita tentang laut masih relatif minim.

Tim Ekspedisi keliling Indonesia selama 8 bulan dari Mei hingga Desember 2009, mengunjungi, mendokumentasikan dan mempublikasikan lewat produk multimedia kehidupan di 100 pulau pada 40 gugus kepulauan.
Pemerintah dan masyarakat Indonesia perlu mengubah cara berpikir : mulai secara serius menengok khasanah kekayaan hayati dan budaya laut serta kepulauan sebagai jawaban atas krisis ekonomi dan lingkungan yang sekarang melanda negeri ini.

Ekspedisi ini diharapkan bisa menyumbang dokumentasi, pengetahuan serta ajakan yang lebih keras agar kita lebih serius mengembangkan potensi kelautan dan kepulauan kita sekaligus melestarikannya.

Pemutaran AeroSon: Musik-Grafik

Kita mendengarkan musik sambil melihat wujud visualnya yang bergerak seiring. Dunia paralel audio-visual.
Bersama pembicara dan pengantar: Slamet Abdoel Sjukur.
Sabtu, 18 Juni 2011, pk. 18.00 – selesai
bagian dari pra-acara VIDEO:WRK #02, Surabaya Video Festival.

***

AeroSon dibuat 1996 oleh seorang komponis Belanda Arno Peeters.

Tentang lingkungan bunyi yang mengelilingi kita dan terus menerus berubah. Dulu kita akrab dengan suara air, suara sehari-hari di desa atau binatang, sekarang peralatan telekomunikasi modern dan kebisingan industri menunjukkan kehidupan kota yang semakin sibuk. Bunyi-bunyi yang tidak pernah ada sebelumnya, disebarkan melalui udara oleh pemancar tv dan radio. Mesin penggerak komputer, fax, penjawab telpon, elevator, generator pembangkit listrik, semuanya bergumam bersama-sama tiada hentinya: sebuah simfoni berbagai gelombang yang menghuni udara.

Bunyi-bunyian seperti itu oleh Arno Peeters diramu dengan suara-suara masyarakat Indian Makaron (sebuah suku di Amazon) yang hidupnya masih seperti di Zaman-Batu. Dari rekaman tiupan tabung panjang mirip didgeridoo aborigin, dan ritme yang mereka lakukan untuk mengatur waktu, terdengar seperti bunyi printer dot-matrix. Bunyi-bunyi peradaban tua dipertemukan dengan belantara bunyi teknologi. Kita tersambung ke seluruh jaringan dan sekaligus merasa terpencil.