Budaya Visual & Perubahan Sosial di Indonesia

Selasa, 29 Mei 2012. Sore itu, kami berkumpul di pelataran belakang ORE Premium Store, di Jl. Untung Suropati no. 83. Di tempat yang sedang dipersiapkan Alek dan Dewi sebagai café ini (gosipnya akan diluncurkan Juli nanti), teman-teman bersantai dan mengagumi tempat nyaman dan perabotan-perabotan vintage ORE sambil menunggu persiapan presentasi. Sebagai bagian dari program residensinya …

Yogyakarta

Tanggal 1-4 Juni yang lalu, setelah 1 bulan yang padat kegiatan, kami para cecunguk C2O—Erlin, Tinta, Andre, Ari, dan saya—pergi ke Yogyakarta untuk presentasi Design It Yourself di KUNCI Cultural Studies Center sekaligus berlibur. Berikut adalah catatan harian kami. Jumat 1 Juni 2012 Tiba di KUNCI Kami berangkat dengan kereta, tiba di Yogya pk. 12.00, …

Ayah Anak Beda Warna

Pertama kali saya mengetahui buku ini dari cerita “The” Pak Hadi Purnomo yang menjadi sesepuh dari perpustakaan C2O ketika ada mahasiswa UK Petra yang bertanya tentang buku budaya Toraja. Beliau bercerita tentang buku yang isinya menceritakan pergulatan dan gugatan seorang Toraja yang dibesarkan di Jakarta terhadap adat tradisi Toraja. Topik tentang seorang Toraja yang menggugat tradisinya sudah merupakan topik yang menarik. Menarik karena saya penasaran apakah buku ini hanya sekedar buku yang bersifat sentimental belaka atau ada yang lebih dari ceita yang dipaparkan dalam buku ini. Tetapi rekomendasi dari “The” Pak Hadi sudah cukup saya yakin bahwa ini adalah buku yang bagus. Sayangnya beliau tidak menyebutkan judulnya hanya menyebut penulisnya yaitu Tino Saroengallo. Nama Tino Saroengallo saya kenal sebagai documentary film maker dan juga pemain film. Salah satu film yang beliau bintangi adalah sebagai Sang Germo di Film Quicky Express. Karena infonya ya segitu saja maka info tersebut hanya saya simpan baik-baik dalam relung ingatan saya.
Pada suatu waktu saya melihat sebuah buku di jajaran buku baru di C2O. Judulnya “Ayah Anak Beda Warna” dengan gambar sampul beberapa orang berdiri di antara Tongkonan (Rumah Adat Toraja). Saya hanya melihat sepintas sambil dalam hati berkata,” Okay… Another boring anthropology book… Yeah….” Tapi tiba-tiba ujung mata saya menangkap tulisan nama sang penulis, Tino Saroengallo… langsung memori saya bekerja. Apalagi di bagian bawah terdapat lagi tulisan “Anak Toraja Kota Menggugat”. Yippie….!!! Akhir ketemu juga buku yang sebelumnya hanya jadi angan-angan belaka.

Buku ini bercerita tentang bagaimana sang penulis menyiapkan proses upacara kematian ayahnya yang merupakan seorang penuluan atau kiblat adat bagi seluruh Tana Toraja. Kedudukan tersebut tentunya menempatkan keluarga dalam kedudukan bangsawan tinggi. Maka dalam kedudukan tersebut upacara kematian (rambu solo’) yang harus dilakukan adalah upacara yang sesuai dengan kedudukannya. Jika selama ini kita melihat upacara Rambu Solo’ dengan sudut pandang yang romantik maka dalam buku ini musnahlah segala romantisme tersebut karena kita diajak untuk melihat kenyataan bahwa dibalik upacara yang megah dan luar biasa tersebut terdapat kenyataan beban biaya yang luar biasa besarnya, dan juga tekanan adat yang bisa tanpa ampun.

Bagi saya yang sedikit banyak dibesarkan dalam kehidupan kota besar modern dan juga kehidupan dalam lingkup adat walaupun tidak semengikat adat yang dialami oleh sang penulis, bisa merasakan bahwa upacara adat itu sangat-sangatlah besar biayanya. Dan romantisme adat memang harus berhadapan dengan kenyataan real terutama kenyataan seberapa kuat sumber dana yang kami miliki untuk membuat sebuah upacara adat yang lengkap. Sehingga celetukan di dalam keluarga inti baik oleh penulis yang saya baca dalam buku ini dan yang saya alami juga tidak jauh berbeda, intinya kami kadang-kadang mempertanyakan kembali “adat” bahkan dengan rada ekstrim kelakar “makan deh tuh adat” sering juga terlontar.

Yang juga membuat saya jatuh cinta dengan buku ini adalah keterusterangan bahkan tampak sangat telanjang bagaimana kenyataan masyarakat gotong royong yang kita kenal selama ini tidak semanis seperti di buku-buku pelajaran PMP jaman dahulu. There’s nothing free in this world merupakan sebuah hal yang jamak sifatnya. Mereka yang membantu gotong-royong dalam upacara adat seringkali harus dibalas dengan berbagai rupa. Tidak harus dalam upah kontan. Seperti dalam upacara Rambu Solo’, upah bisa didapat salah satunya dari pembagian daging Kerbau yang dikurbankan dalam acara mantunu tedong. Kerbau atau Babi bahkan gula, beras dan kopi juga tidak diberikan take as a granted tetapi ada kewajiban adat untuk ganti memberi. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Tetapi seringkali mengakibatkan semacam gegar budaya yang harus dialami oleh penulis atau mereka yang sudah terlalu biasa dengan kehidupan cara barat.

Cara pandang beda generasi juga dipaparkan dalam buku ini dengan apa adanya. Bagaimana sang Ayah memandang kewajiban adat yang berat sebagai salib keluarga yang harus dipikul sementara generasi yang lebih muda memandang dengan lebih pragmatis kenapa tidak ada pembaharuan adat sehingga adat tidak lagi menjadi beban yang mencekam. Hal ini masih bisa menjadi issue yang masih hangat untuk diperdebatkan hingga saat kini. Salah satu kesimpulan yang menarik yang saya baca adalah tali persaudaran di dalam masyarakat adat Toraja sepenuhnya ditentukan oleh tidaknya hubungan darah yang mengalir terutama pada upacara kematian atau rambu solo’. Eksistensi ikatan seperti suami-istri dan mertua-menantu hanya berlaku ketika seseorang masih hidup. Bila tiba saatnya meninggal dunia dan diantar dengan upacara rambu solo’ maka pasangan yang bersangkutan harus rela sekali lagi harus rela diambil kembali oleh keluarga besar secara adat. Adalah dewan adat yang berhak menentukan (baca:memaksakan) tatanan upacara yang layak bagi anggota adat tersebut.

Walaupun benang merah buku ini memang tentang pengalaman menguburkan sang ayah dalam upacara adat tetapi latar belakang penulis sebagai seorang pembuat film dokumenter membuat kajian budaya atas gugatannya terhadap upacara rambu solo’ menjadi lengkap karena tentunya gugatan tersebut didasari atas pendalaman kembali adat istiadat Tana Toraja. Sehingga selain sebagai buku cerita, buku ini juga bisa menjadi salah satu buku referensi tentang budaya Tana Toraja yang segar. So… Selamat membaca buku “Ayah Anak Beda Warna” para anggota C2O.

Presentasi Design It Yourself di KUNCI Cultural Studies Center

Sabtu, 2 Juni 2012, pk. 16.00
di KUNCI Cultural Studies Center
Jl. Langenarjan Lor No. 17B
Panembahan, Yogyakarta, INDONESIA 55131

Design It Yourself adalah satu rangkaian acara desain yang digelar selama bulan Oktober 2011 di C2O Library & Collabtive untuk membahas desain di Surabaya. Dalam acara ini, kami mengajak berbagai pihak, mulai dari komunitas kecil, praktisi bisnis, dan akademisi yang berkaitan dengan desain, terutama di Surabaya, untuk bersama-sama mengintrospeksi diri dan berbagi cerita mengenai situasi kondisi masing-masing dalam satu forum sharing & presentasi. Berbagai disiplin desain diulas di sini, mulai dari pengantar desain, tipografi, bisnis dan manajemen desain, fashion, branding, digital media design, komik, urban art, hingga urban planning dalam bentuk diskusi santai dan pemutaran film yang berkaitan.

Meskipun merupakan kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya tidak masuk dalam jajaran kota yang disiapkan menjadi kota kreatif di peta nasional. Memang, kota besar bukan berarti secara otomatis adalah kota kreatif. Malah, dalam kasus Surabaya, banyak yang berpendapat bahwa kreatifitas dan kegiatan-kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan industri ataupun perdagangan, tidak mendapatkan ruang ataupun apresiasi di sini. “Kota dagang”, “kota kerja”, dengan karakter yang keras, kasar, tidak mempedulikan budaya, seni, ataupun komunitas sekeliling yang tidak berhubungan langsung dengannya, kerap diasosiasikan dengan kota pesisir ini.

Dalam kunjungan kali ini ke Yogyakarta, teman-teman dari C2O Library akan berbagi mengenai acara Design It Yourself, proses berbagi pengetahuan yang terjadi di dalamnya, dan konteks perkembangan design di Surabaya.

2 Hari bersama Pram

Dalam rangka memperingati Hari Buku Nasional 17 Mei 2012, C2O Library & Collabtive bekerja sama dengan Pusat Dokumentasi HAM Ubaya menyelenggarakan rangkaian diskusi dan bedah buku yang berkaitan dengan Pramoedya Ananta Toer. Karya-karya yang berkaitan dengan Pramoedya Ananta Toer menjadi pilihan, diskusi dan bedah buku tersebut meliputi buku yang berjudul Pramoedya Ananta Toer Luruh dalam Ideologi oleh Savitri Scherer dan Jurnal, karya Redi Murti untuk Tugas Akhirnya di DKV UK Petra, terinspirasi oleh Sekali Peristiwa di Banten Selatan.

Budaya Bebas

Rabu, 30 Mei 2012, pk. 18.00
di C2O Library & Collabtive, Jl. Dr. Cipto 20 Surabaya 60264

Bersama kawan-kawan KUNCI Cultural Studies Center, Yogyakarta:
Brigitta Isabella, Syafiatudina, Antariksa

KUNCI Cultural Studies Center mengundang anda ke bedah buku “Budaya Bebas: Bagaimana Media Besar Memakai Teknologi dan Hukum untuk Membatasi Budaya dan Mengontrol Kreativitas” karya Lawrence Lessig. Buku ini menguraikan bahwa di luar kenyataan tentang teknologi baru yang selalu mendorong juga lahirnya produk hukum baru, kini para pelaku monopoli media justru memanfaatkan ketakutan terhadap teknologi baru ini, terutama Internet, untuk membatasi gerak gagasan di ranah publik. Meskipun pada saat yang bersamaan korporasi-korporasi ini juga menggunakan teknologi yang sama untuk mengendalikan apa yang dapat dan tidak dapat kita perbuat dengan budaya. Yang menjadi korban di sini adalah kebebasan kita untuk mencipta, membangun dan akhirnya, kebebasan berimajinasi. Buku yang juga merupakan hasil lokakarya penerjemahan KUNCI tahun 2011 ini diterbitkan atas dukungan Ford Foundation Indonesia sebagai bagian dari proyek “Konvergensi Media dan Teknologi di Indonesia”.

Bulan lalu, buku ini telah dibahas di C2O juga untuk Klab Baca, dan menghasilkan banyak pembahasan dan pertanyaan yang menarik. Mari datang dan membahasnya bersama lebih lanjut!

INFO:
0858 5472 5932 / info@c2o-library.net

Budaya Visual & Perubahan Sosial di Indonesia

Selasa, 29 Mei 2012, pk. 18.00
di ORE Store Other Rag Enterprise
Untung Surapati 83, Surabaya 60264

bersama
Antariksa
Indonesia Contemporary Art Network (iCAN)
KUNCI Cultural Studies Center

Sebagai bagian dari program residensi Ayorek di Surabaya, Antariksa akan berbagi pengetahuan mengenai hubungan antara budaya visual dan pasang surut perubahan sosial di Indonesia dengan memandang budaya visual sebagai bidang yang politis dan historis.

Ayorek Cangkruk! #2

Sabtu 19 Mei 2012, pk. 15.00
di Sanggar Seni dan Taman Baca Strenkali, Jl. Gunungsari Sawahan II/69

Ayorek Cangkruk adalah sesi perkenalan, berbagi dan bertukar ide, pengalaman, cerita, inspirasi antar komunitas dari berbagai latar belakang. Setiap komunitas bercerita mengenai asal mula komunitas masing-masing dan tujuan apa yang ingin dicapai. Pengalaman-pengalaman, proses kreatif, suka duka, hambatan, dalam melakukan berbagai kegiatan/projek.

Melalui Cangkruk ini, kita diharapkan dapat saling berbagi pengalaman, ide, gagasan baru yang mungkin dapat memberi inspirasi. Dari cangkruk kita berharap dapat memperoleh pengetahuan baru, berkenalan dengan orang dan komunitas baru, mendapatkan peluang kolaborasi dengan individu/komunitas dari berbagai latar belakang, saling mendukung dan menginspirasi.

Bersama:

Mantasa

www.mantasa.org | org.mantasa@gmail.com

Mantasa adalah lembaga yang berfokus pada isu-isu seputar ketahanan pangan. Kegiatan yang dilakukan mencakup penelitian, pendidikan dan kampanye. Lebih lanjut kami memfokuskan pada tanaman pangan liar (edible wild plants) yang tersebar banyak disekitar kita dan bergizi namun sudah tidak banyak lagi yang memanfaatkannya.

Kudos Plush

http://www.kudosplush.com

KUDOS plush toys adalah produk toys berbentuk boneka menggemaskan yang bisa di custom dengan bantuk dan gambar apa saja

Paguyuban Warga Strenkali Surabaya

gatot_subroto@yahoo.com

Paguyuban yang dibentuk oleh warga penghuni seluruh stren Kali Surabaya sebagai wadah untuk menampung aspirasi dan beraktivitas.

Antariksa

Kunci Cultural Studies

Salah satu pendiri KUNCI Cultural Studies dan iCAN (Indonesia Contemporary Art Network), Antariksa akan berbagi pengetahuan mengenai projek sejarah lisan yang dibuatnya di kampung Juminahan.

Gratis dan terbuka untuk umum.
Info: http://www.facebook.com/groups/ayorek/

Jurnal

Bedah buku Jurnal, novel grafis yang diangkat dari novel Pram, “Sekali Peristiwa di Banten Selatan”

bersama:

Redi Murti & Nandhaka Darta, penulis novel
Antariksa (editor Luruh dalam Ideologi)
Ramok Lakoro (dosen DKV ITS)
Rabu, 16 Mei 2012, pk. 18.00 – 21.00
C2O Library & Collabtive
Jl. Dr. Cipto 20 Surabaya 60264
(tersedia juga bazaar buku-buku Kobam)

INFO: Dimas 081803181331

Buku-buku Komunitas Bambu

Buku-buku sejarah, sastra dan humaniora terbitan Komunitas Bambu bisa didapatkan di C2O :). Diskon 10% untuk anggota C2O. Buku-buku dapat dilihat langsung di C2O. Untuk wilayah Surabaya, melayani delivery COD dengan tambahan Rp. 5.000.