Surabaya di Luar Bingkai

Ayorek bekerjasama dengan C2O Library & Collabtive untuk mendata dan mengulas buku-buku dan film yang berkaitan dengan kota Surabaya, dengan tujuan membangun daftar koleksi mengenai Surabaya, untuk memudahkan penelusuran informasi. Apabila Anda tertarik untuk berpartisipasi menyumbangkan (ulasan) buku atau film untuk melengkapi koleksi ini, hubungi: info@c2o-library.net
– – – – – – – – –

Diterbitkan di tahun 2004, buku ini menggambarkan Surabaya, dengan menggabungkan kesan pribadi dan kesaksian dalam bentuk foto dan tulisan. Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) meminta Nicolas Carnet, fotografer Prancis yang telah beberapa kali berkunjung ke Surabaya, untuk berbagi pandangan dan rekaman mengenai pusaka dan penduduk Surabaya, bagaimana mereka hidup dan menegaskan identitas mereka.

Hasilnya merupakan kerja kolaboratif yang juga melibatkan berbagai fotografer lokal, yakni Mamuk Ismantoro, Aunul Fitri, Ari Sudijanto, Hari Gunawan, dan Arief Ahadiyanto. Ferawati membuat ilustrasi peta. Beberapa penulis—Bambang Dwi Hartono, Dédé Oetomo, Johan Silas, Errol Jonathans, Dukut Imam Widodo, Michael Johnson, dan Sirikit Syah—juga diundang untuk menuliskan kesaksian dan pandangan pribadi mereka mengenai Surabaya. Tulisan-tulisan ini ditulis dalam 3 bahasa: Inggris, Indonesia dan Prancis.

Saya mendapatkan buku ini ketika sedang membantu Pramenda Krishna, atase humas Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL, sekarang IFI Surabaya) bebersih dalam rangka persiapan pindahan mereka dari Darmokali ke AJBS tahun lalu. Saya cukup tercengang mengetahui bahwa buku seperti ini pernah diterbitkan. Sayang sekali tidak tersebarkan dengan luas. “Satu-satunya buku yang pernah diterbitkan CCCL,” jelasnya sedikit sendu. Mungkin sudah saatnya kita membuat lagi buku yang memotret Surabaya kini?

PS: Saat ini Ayorek sebenarnya juga sedang mempersiapkan pembuatan buku yang akan memotret kota Surabaya yang kita kenal saat ini. Bagi yang tertarik, monggo bergabung dalam Ayorek Treasure Hunting. http://ayorek.org/2012/08/ayorek-treasure-hunting/

Budaya Visual & Perubahan Sosial di Indonesia

Selasa, 29 Mei 2012. Sore itu, kami berkumpul di pelataran belakang ORE Premium Store, di Jl. Untung Suropati no. 83. Di tempat yang sedang dipersiapkan Alek dan Dewi sebagai café ini (gosipnya akan diluncurkan Juli nanti), teman-teman bersantai dan mengagumi tempat nyaman dan perabotan-perabotan vintage ORE sambil menunggu persiapan presentasi. Sebagai bagian dari program residensinya …

Yogyakarta

Tanggal 1-4 Juni yang lalu, setelah 1 bulan yang padat kegiatan, kami para cecunguk C2O—Erlin, Tinta, Andre, Ari, dan saya—pergi ke Yogyakarta untuk presentasi Design It Yourself di KUNCI Cultural Studies Center sekaligus berlibur. Berikut adalah catatan harian kami. Jumat 1 Juni 2012 Tiba di KUNCI Kami berangkat dengan kereta, tiba di Yogya pk. 12.00, …

2 Hari bersama Pram

Dalam rangka memperingati Hari Buku Nasional 17 Mei 2012, C2O Library & Collabtive bekerja sama dengan Pusat Dokumentasi HAM Ubaya menyelenggarakan rangkaian diskusi dan bedah buku yang berkaitan dengan Pramoedya Ananta Toer. Karya-karya yang berkaitan dengan Pramoedya Ananta Toer menjadi pilihan, diskusi dan bedah buku tersebut meliputi buku yang berjudul Pramoedya Ananta Toer Luruh dalam Ideologi oleh Savitri Scherer dan Jurnal, karya Redi Murti untuk Tugas Akhirnya di DKV UK Petra, terinspirasi oleh Sekali Peristiwa di Banten Selatan.

Reportase: Makassar Nol Kilometer

Buku yang menjadi salah satu rujukan utama bagi siapapun yang ingin mengetahui mengenai budaya populer Makassar dan sekitarnya. Di dalamnya, kita menjumpai 49 artikel (meski versi revisi hanya memuat 48), yang dibagi menjadi 4 tema: komunitas, kuliner, fenomena, dan ruang. Dari buku ini, kita bisa membaca mengenai suporter sepak bola PSM, waria Karebosi, casciscus English meeting di Fort Rotterdam, makanan-makanan dari Coto hingga Jalangkote (yang ternyata adalah pastel!), pete-pete (angkutan kota berwarna biru), dan berbagai potret-potret Makassar di tahun 2005.

Voice of the Past: Oral History

Ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti, buku ini tidak hanya memberi kita panduan untuk memulai projek sejarah lisan, tapi juga membahas, dan mempertanyakan, metode dan makna sejarah dalam kehidupan kita, serta pentingnya peran sumber-sumber lisan yang sering kali kurang diperhatikan. Buku yang mendorong kita tidak hanya untuk mempelajari sejarah, tapi juga dengan aktif mengujarkan, menuliskan, membentuknya. “Oral history gives history back to the people in their own words. And in giving a past, it also helps them towards a future of their own making.”

Ritus Modernisasi

Salah satu rujukan utama mengenai seni pertunjukan Jawa Timur ini mengandaikan pertunjukan ludruk sebagai suatu “ritus modernisasi”, di mana ludruk membantu orang-orang menetapkan gerak peralihan mereka dari satu macam situasi ke situasi yang lain, dalam hal ini dari tradisional (seperti desa) ke modern (kota, pabrik).

Reportase: Saksi Mata (Suparto Brata, 2002)

Jumat, 25 November 2011. Jam 6 sore, teman-teman mulai berdatangan di perpustakaan C2O.  Merayakan bulan November, kami merasa senang sekali kedatangan tamu istimewa, Pak Suparto Brata, seorang penulis yang dengan konsisten terus menghasilkan karya-karya sastra berkualitas dalam bahasa Indonesia dan Jawa. Di atas meja tersedia teh manis hangat dan roti selai blueberry untuk menemani perbincangan …

Reportase: DIY #8 Urban Planning

Di hari terakhir DIY Talks, yang diadakan hari Sabtu, 29 Oktober 2011, kami membahas tata kota (urban planning), dengan memfokuskan pada pertanyaan: tata kota seperti apa yang dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan komunitas kreatif secara berkelanjutan (sustainable)? Panelis hari itu adalah Gunawan Tanuwidjaja dari UK Petra, Anas Hidayat dari Republik Kreatif, MADcahyo dari noMADen, Wahyu Setyawan dari arsitektur ITS, dan Iman Christian dari Bappeko (Badan Perencanaan Pembangunan Kota).

Reportase: DIY #5 Urban Art

Minggu, 16 Oktober 2011. DIY #5 kali ini dimoderatori oleh Obed Bima Wicandra, seorang dosen DKV dari UK Petra, yang telah lama menaruh perhatian terhadap seni urban dan di tahun 2005 bersama kawannya mendirikan Komunitas Tiada Ruang. Bersama Obed, hadir sebagai pembicara kali ini adalah Ryan Rizky sebagai perwakilan Street Art Surabaya; Dinar dan Lury Coco sebagai perwakilan BRAngerous, komunitas seniman perempuan kontemporer Surabaya; X-Go Warhol, dan Redi Murti.