Selama bulan November 2010, bersama komunitas Surabaya Tempo Dulu sebagai narasumber, C2O akan memutar dua film berkaitan dengan sejarah Surabaya! Tiap Sabtu (kecuali Sabtu ke-2), pk. 17.30. Donasi sukarela, dan terbuka untuk umum.
Soerabaja, Surabaya
2008 | Belanda | 55 menit | teks Indonesia
Dokumenter revolusi Surabaya oleh Peter Hoogendijk.
Info: www.soerabajasurabaya.nl
Pemutaran: 6 November 2010, 17.30
Sutradara Peter Hoogendijk membawa ibunya, Thera André, ke Surabaya, kota di mana ibunya kembali dari kamp Jepang 60 tahun yang lalu. Thera kemudian dilarikan oleh tentara Inggris ke luar kota. Selama di Belanda, ia bahkan tidak tahu sama sekali mengenai Pertempuran Surabaya. Peter membawa ibunya kembali ke kota kelahirannya untuk mencari tahu apa yang terjadi, dan dari dokumenter ini, kita bisa melihat berbagai sudut pandang: perayaannya tiap 10 November dan wawancara dengan para veteran pejuang (Pemuda), korban pelarian Belanda, dan putra-putra Jendral Mallaby.
Kronologi
The proclamation – Aug. 17 1945
The flag incident – Sept. 19
The Japanese dislodged – early Oct.
The Food boycott – from Oct. 6
Bloody Monday – Oct. 15
49th Indian Infantry Brigade – Oct. 25
The Gubeng Transport – Oct. 28
The Murder on Mallaby – Oct. 30
The Evacuation started – early Nov.
The Werfstraatprison – Nov. 9
The Battle for Surabaya – Nov. 10 – Dec. 1
Jalan Raya Pos
1996 | Belanda | 155 menit | Bhs. Indonesia
Narasi: Pramoedya Ananta Toer. Diproduksi oleh: Pieter van Huystee Film & TV, Nederland 1996
Pemutaran: 20 & 27 November 2010, 17.30
“Jaman dulu rakyat kecil jadi tumbal Daendels untuk pembangunan Jalan Raya Pos. Jaman sekarang korban pun berjatuh-an untuk pembangunan Orde Baru. Korbannya selalu rakyat kecil yang kehadirannya dalam sejarah barangkali memang tak penting.”
Disutradarai oleh Bernie Ijdis, film Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) ini bukan bercerita soal Daendels, tapi lebih menceritakan tentang Indonesia masa kini, khususnya kehidupan-kehidupan di sekitar jalan raya dibangun Daendels lebih dari 200 tahun yang lalu. Dalam film ini kita bisa melihat berbagai realita zaman itu (mungkin hingga sekarang): mulai dari bis berkaraoke, kehidupan gelandangan di kolong Jembatan Merah, pabrik gula dadakan, hingga pengamen menyanyikan tragedi Marsinah. Almarhum Pram, yang juga telah menulis buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (tersedia di C2O), hadir sebagai narator dalam film ini dalam kesehariannya di rumahnya. Jangan dilewatkan!