Reportase: MSW #5 Mlaku-mlaku nang Tunjungan

25 Februari 2012. Pukul 06.30 saya sudah memasuki halaman Grahadi. (Saya sempat mengira Grahadi itu adalah gedung DPRD kota Surabaya.) Kru TV One dan Risma—walikota Surabaya—sudah beraktivitas disana. Anak2 MSW maupun KAJ belum datang. Iman menyusul datang, dia memarkir sepeda kayuhnya di CK. Kawan lainnya pun berdatangan : Kat, Ardian, Atthur, Claudia. Sudah jam 7, Rendy belum datang, seharusnya dia bersama saya menjadi narasumber untuk talkshow pagi ini. Akhirnya Atthur yang menggantikan Rendy. Rendy and the gang baru datang 15 menit kemudian. Talkshow pagi ini bersama Risma dan Prof. Wirawan—sosiolog dari FISIP Unair—mengenai fungsi ruang publik di Surabaya.

Risma sudah cukup banyak membangun taman kota dan fasilitas pedestrian—salah satunya trotoar yang lebar dan nyaman, tapi sayang yang menggunakan fasilitas pedestrian sangat minim. Mengutip twit kawan kami, Idha Saraswati, “Kalau ada klub pejalan kaki di surabaya, itu bukan karena walikota udah perbaiki trotoar, tapi karena mereka memang pilih jalan kaki #manic street walkers”. Yah memang, MSW memilih berjalan kaki bukan hanya karena adanya fasilitas pedestrian yang memadai, melainkan itu cara kami mengenal dan menikmati kota Surabaya.

Reportase: Makassar Nol Kilometer

Buku yang menjadi salah satu rujukan utama bagi siapapun yang ingin mengetahui mengenai budaya populer Makassar dan sekitarnya. Di dalamnya, kita menjumpai 49 artikel (meski versi revisi hanya memuat 48), yang dibagi menjadi 4 tema: komunitas, kuliner, fenomena, dan ruang. Dari buku ini, kita bisa membaca mengenai suporter sepak bola PSM, waria Karebosi, casciscus English meeting di Fort Rotterdam, makanan-makanan dari Coto hingga Jalangkote (yang ternyata adalah pastel!), pete-pete (angkutan kota berwarna biru), dan berbagai potret-potret Makassar di tahun 2005.

Reportase: MSW #2 Imlek

manic street walkers #2 : edisi imlek Keterangan: Manic Street Walkers adalah klab pejalan kaki yang baru dilahirkan tahun baru lalu! Jika rute perjalanan pertama kami menelusuri Strenkali Jagir di Wonokromo, rute kali ini—untuk merayakan Imlek—adalah menelusuri berbagai situs-situs yang berkaitan dengan budaya Tionghoa di Surabaya. Berikut adalah liputannya dalam bentuk catatan harian Anitha Silvia. …

Reportase: MSW #1 Strenkali Jagir, Wonokromo

Akhir tahun kami rayakan dengan menjajaki sudut-sudut Surabaya dengan berjalan kaki.  Perjalanan singkat yang penuh inspirasi, melelahkan tapi juga sangat menyenangkan, dan membuat kita bisa lebih mengenal sekitar dengan lebih dekat. Ide ini dicetuskan oleh Tinta sebagai bagian dari acara akhir tahun internal kami, Perjusami (Perkemahan Jumat Sabtu Minggu) di C2O.  Tempat yang kami tuju …

Reportase: Saksi Mata (Suparto Brata, 2002)

Jumat, 25 November 2011. Jam 6 sore, teman-teman mulai berdatangan di perpustakaan C2O.  Merayakan bulan November, kami merasa senang sekali kedatangan tamu istimewa, Pak Suparto Brata, seorang penulis yang dengan konsisten terus menghasilkan karya-karya sastra berkualitas dalam bahasa Indonesia dan Jawa. Di atas meja tersedia teh manis hangat dan roti selai blueberry untuk menemani perbincangan …

Reportase: Harry Potter and the Deathly Hallows

Peserta (menurut urutan alfabet): Anitha Silvia, Ari Kurniawan, Ary Amhir, Devy, Kathleen, Randy

Klab Baca Harry Potter (selanjutnya disingkat HP) di mulai setelah Devy -peserta terakhir diskusi- datang. Sebelumnya peserta lain, duo Ari/y , Randy dan Kat menunggu dimulainya diskusi dengan membaca tipis-tipis, bergosip, sembari menyaksikan film terakhir HP 7 dilayar televisi C2O melalui pemutar yang cakram video digitalnya sempat macet dua kali itu. Malam itu cuaca sangat gerah, dengan tingkat kelembapan udara cukup tinggi. Ditemani seduhan teh hangat , beberapa potong kueh kering…… -kudapan ala inggris, saya dan Randy memilih mengambil teh kemasan botol dari lemari pendingin- dan tak lupa guyonan-guyonan kering, peserta diskusi kemudian siap masuk kedalam dunia diskusi Harry Potter yang (harapanya) menyihir… Alohomora!

Reportase: Kisah di Balik Pintu

Dalam ‘Kisah di Balik Pintu’, penulis meneropong identitas perempuan Indonesia ketika berada di ruang publik dan privat, pada media tulis. Representasi di ruang publik diwakili oleh otobiografi beberapa perempuan yang dekat dengan tokoh nasionalis, sedang di wilayah privat diambil dari diari beberapa perempuan biasa. Baik otobiografi maupun diari ini ditulis pada masa orde baru (1969-1998). Penulis lalu menganalisa otobiografi dan diari ini dikaitkan dengan represi rezim orde baru.

Reportase: Zine // Picnic

Minggu, 30 Oktober 2011. zine//picnic adalah acara perdana mengenai zine yang diselenggarakan oleh c2o library, masuk dalam rangkaian acara Design It Yourself. zine//picnic adalah suatu pertemuan antara zine maker dan penikmat zine dengan menggunakan konsep piknik. Aik (Subchaos) datang tepat waktu, sebelumnya kami cukup khawatir bahwa kawan-kawan zine maker akan datang terlambat karena acaranya terbilang pagi karena ini akhir pekan. Menyusul datang banyak kawan dari Manazine, Seize, JMAA, Ultrassafinah, yang memiliki benang merah yaitu zine religius Islam. Nita Darsono dan Bembi datang membawa pudding. Kami akan berpiknik di dalam c2o library, di halaman masih sangat terlalu panas, padahal Bembi sudah siap dengan kostum piknik andalannya celana kolor! Dan kawan-kawan lain pun berdatangan, dan piknik dimulai! Potluck cukup gagal karena hanya sedikit yang membawa makanan, Nita membawa pudding, Tinta membawa sandwich ganja (daun basil yang terlihat seperti ganja), Novielisa membawa pisang dan mangga, Kathleen menyediakan air es dan popcorn!

Dalam scene underground, zine sebagai salah satu media alternatif dipakai secara efektif untuk membahas isu dan distribusi informasi dalam scene tersebut. Sampai sekarang zine tetap efektif meskipun zine fisik (fotokopian) berkurang digantikan dengan webzine (zine berbasis website) dan zine berbasis social media (tumblr). Di Indonesia, zine akrab dikenal sebagai media perlawanan terhadap media mainstream dan dalam perkembangannya mulai hadir personal zine dengan tema-tema yang tidak bermaksud melakukan perlawanan melainkan lebih “bersenang-senang”. Dan zine tidak hanya milik scene underground, semua komunitas dan semua orang bisa menggunakan zine sebagai media untuk mendistribusikan informasi dan gagasan dengan biaya yang murah dan sebagai ekspresi kreatifitas.

Mungkin zine//picnic adalah peristiwa langka dimana zine “religius” bertemu dengan zine “sekuler”. zine//picnic juga menjadi momentum kebangkitan zine di Surabaya. Zine di Surabaya muncul sekitar tahun 1996 dengan kelahiran Subchaos, zine kolektif dengan tema hardcore/punk yang dibuat oleh Aik bersama kakak kandungnya namun tenggelam pada tahun 2001 saat Aik memutuskan membuat Subchaos #8 sebagai edisi perpisahan. Pada tahun 2006, Bembi menerbitkan KurangXajaR, hanya tinggal dia seorang yang membuat zine dalam scene hardcore/punk. Gelombang kedua sekitar tahun 2000 muncul beberapa zine dari scene musik indie-pop seperti Pool Cat, Iki, dan menyusul Mellonzine, tapi tenggelam pada tahun 2006.

Bisa dibilang bahwa zine//picnic menjadi penanda gelombang ketiga pergerakan zine di Surabaya dengan kelahiran 11 zine yaitu Sometimes I Do Mind The Animals, coretmoret, Botol, Dumb, main(k)an, Kremi, Aligator, KHAAK, Tropical Rembulan, Helloworld, Sunshine, dan peluncuran Subchaos #9, Halimun #6, dan kurangXajar #4. Juga di-share-kan beberapa edisi SA’I, Manazine, Seize, Ultrassafinah, JMAA, dan Katalis. Benar-benar kejutan, total 19 zine!

Rasa senang akan membuat zine dan ingin berbagi kepada siapa saja menjadi pendorong kawan-kawan untuk memproduksi zine dengan tema yang beragam. Acara zine//picnic dimulai dengan masing-masing partispan mendeskripsikan zine yang dibuatnya.

Acara berlangsung dari pk. 11.00 – 16.00. Dari zine//picnic dapat dilihat bahwa zine tidak hanya milik scene underground, semua orang bisa membuat zine dengan tema apapun, zine merupakan media alternatif yang demokratis, semua orang bebas men-share-kan ide, pemikiran, argumentasi, dan apapun.

Zine//picnic menghasilkan kompilasi zine yang bertajuk sama dengan nama acara yaitu zine//picnic compilation, anda bisa mengunduhnya secara gratis dan legal melalui link dibawah ini .
http://www.archive.org/details/ZinepicnicCompilation (160mb)

———————————–
zine//picnic compilation :

Aligator – Arti Pijar
Botol – Pinkan Victorien
CORATMORET – Nita Darsono
Dumb – Rizky Juniartama
Halimun #6 – Anitha Silvia
Helloworld – Iyan Fabian
JMAA – Anom
KHAAK – Eko Ende
Kremi – Rici Alric
KurangXajaR #4 – Bembibum Kusuma
main(k)an – Young Kadeer & Juve Sandy
Manazine
SA’I #10
Seize
Sometimes I Do Mind The Animals – Novielisa
Subchaos #9
Sunshine – Bagus Priyo

Reportase: Diskusi bersama editor National Geographic Indonesia

Sebuah permintaan mendadak disampaikan oleh Purwo Subagiyo, seorang digital strategist National Geographic Indonesia dalam persinggahannya di Surabaya. “Bisa nggak disiapkan tempat di C2O untuk ngobrol santai dengan mas Yoan?”

Yoan adalah panggilan akrab dari Mahandis Yoanata, seorang pecinta sejarah yang juga seorang editor di majalah National Geographic Indonesia. Di hari yang sama, ia dan fotografer Feri Latief membagi pengalamannya dalam melakukan pelputan untuk NGI di kampus ITS Surabaya. Malamnya ia bertandang ke C2O untuk berbagi cerita mengenai kota lama di Surabaya.

“Saya sudah menyusuri beberapa kantor lama di Surabaya, kebanyakan bagunannya masih dalam kondisi baik. Surabaya ini menurut saya memiliki kota lama yang paling bagus dibandingkan Jakarta, Bandung, atau Semarang,” kata Yoan.

Lantas kisah-kisah tentang bangunan lawas pun mengalir lancar dari mulutnya. “Kalian tahu bangunan bekas kantor pajak di daerah Jembatan Merah yang dahulu dibangun oleh Berlage?” tanya Yoan kepada peserta diskusi kecil ini. Lantas ia bercerita tentang patung singa yang ada di depan gedung tersebut dan menghubungkannya dengan simbol singa milik Santo Markus yang menjadi lambang Venesia. “Bisa jadi, dulu Berlage melihat Surabaya sebagai Venesia dari timur, karena begitu banyak sungai dan kanal yang melintas kota,” kata Yoan.

Ia juga menjelaskan dengan detail tentang makna kaca patri yang ada di dalamnya. “Lambang Firaun dan tujuh bulir padi di kanan kiri itu bisa jadi merujuk pada mitos kuno tentang masa panen dan paceklik selama tujuh tahun yang melanda Mesir kuno. Semacam pesan untuk memanfaatkan pajak sebelum datang musibah di kemudian hari,” kata Yoan.

Pria yang berasal dari Jogja ini juga bercerita tentang lambang Syria kuno yang menghiasi setiap brankas yang ada di kantor-kantor milik Belanda. “Saya ini selalu memperhitungkan detail dan mencatatnya,” kata Yoan.

Diskusi tentang sejarah dan budaya kuno berlangsung seru. Berbagai tanya jawab juga dilontarkan oleh peserta yang tidak banyak itu. Lukman Simbah bertanya tentang kebijakan tata kota kolonial yang disambung oleh Bucu, seorang mahasiswa Planologi ITS. “Belanda dulu mendesain sebuah kota dengan mempertimbangkan apa yang akan terjadi di masa depan,” kata Bucu.

Yoan juga merasa senang dengan keberadaan c2o di Surabaya. “Cari tempat sharing kayak gini di Jakarta sudah jarang, dulu ada dua di Depok, tapi entah sekarang…” kata Yoan.